Jakarta: Eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengeluhkan sanksi sosial yang diberikan masyarakat terhadap dirinya sebelum divonis bersalah dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). SYL bahkan menyebut sanksi sosial tersebut juga diterima keluarganya.
“Kendati patut diduga tak bersalah sebagai asas yang mestinya kita hormati secara bersama-sama, akan tetapi publik telah lebih dulu memberikan sanksi sosial dan sanksi moral terhadap tuduhan yang dialamatkan kepadanya, walau belum tentu benar adanya,” kata Pengacara Syahrul, Djamaluddin Koedoeboen dalam pembacaan eksepsi kliennya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 23 Maret 2024.
Dia menyebut masyarakat melupakan kinerjanya sebagai mentan dalam pemberian sanski sosial itu. Padahal, kata Djamaluddin, Syahrul telah bekerja dengan ikhlas dalam mengupayakan kestabilan pertanian di Indonesia.
“Yang menyedihkan bagi kita sekalian adalah, apabila seorang terdakwa dengan hati yang tulus ikhlas secara, serta telah mengabdi, dan berbakti jiwa raga, serta sebagian besar hidupnya dibaktikan sepenuhnya demi kemajuan bangsa, dan negara yang dicintainy,” ucap Djamaluddin.
Syahrul juga menyebut masyarakat sudah melupakan prestasinya untuk Indonesia selama menjadi mentan. Padahal, kata Djamaluddin, kliennya telah mengharumkan pemerintah di kancah nasional, maupun internasional.
“Dengan telah memperoleh segudang prestasi dan penghargaan yang diraihnya baik nasional maupun internasional setelah menjabat sebagai Mentan RI periode 2019-2024,” ujar Djamaluddin.
Syahrul didakwa menerima gratifikasi dan pemotongan dana di Kementerian Pertanian. Total pemotongan dananya yakni Rp44.546.079.044, sedangkan gratifikasi ya yakni Rp40.647.444.494.
Penerimaan dana itu dibantu oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) nonaktif Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian nonaktif Kementan Muhammad Hatta.
Dalam kasus pemotongan dana, Syahrul, Kasdi, dan Hatta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, dalam dugaan penerimaan gratifikasi, Syahrul disangkakan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jakarta: Eks Menteri Pertanian (Mentan)
Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengeluhkan sanksi sosial yang diberikan masyarakat terhadap dirinya sebelum divonis bersalah dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (
Kementan). SYL bahkan menyebut sanksi sosial tersebut juga diterima keluarganya.
“Kendati patut diduga tak bersalah sebagai asas yang mestinya kita hormati secara bersama-sama, akan tetapi publik telah lebih dulu memberikan sanksi sosial dan sanksi moral terhadap tuduhan yang dialamatkan kepadanya, walau belum tentu benar adanya,” kata Pengacara Syahrul, Djamaluddin Koedoeboen dalam pembacaan eksepsi kliennya di
Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 23 Maret 2024.
Dia menyebut masyarakat melupakan kinerjanya sebagai mentan dalam pemberian sanski sosial itu. Padahal, kata Djamaluddin, Syahrul telah bekerja dengan ikhlas dalam mengupayakan kestabilan pertanian di Indonesia.
“Yang menyedihkan bagi kita sekalian adalah, apabila seorang terdakwa dengan hati yang tulus ikhlas secara, serta telah mengabdi, dan berbakti jiwa raga, serta sebagian besar hidupnya dibaktikan sepenuhnya demi kemajuan bangsa, dan negara yang dicintainy,” ucap Djamaluddin.
Syahrul juga menyebut masyarakat sudah melupakan prestasinya untuk Indonesia selama menjadi mentan. Padahal, kata Djamaluddin, kliennya telah mengharumkan pemerintah di kancah nasional, maupun internasional.
“Dengan telah memperoleh segudang prestasi dan penghargaan yang diraihnya baik nasional maupun internasional setelah menjabat sebagai Mentan RI periode 2019-2024,” ujar Djamaluddin.
Syahrul didakwa menerima gratifikasi dan pemotongan dana di Kementerian Pertanian. Total pemotongan dananya yakni Rp44.546.079.044, sedangkan gratifikasi ya yakni Rp40.647.444.494.
Penerimaan dana itu dibantu oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) nonaktif Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian nonaktif Kementan Muhammad Hatta.
Dalam kasus pemotongan dana, Syahrul, Kasdi, dan Hatta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, dalam dugaan penerimaan gratifikasi, Syahrul disangkakan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)