Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Pelimpahan Kembali Berkas 13 Manajer Investasi Kasus Jiwasraya Dikritik

M Sholahadhin Azhar • 23 Agustus 2021 00:04
Jakarta: Usai dibatalkan majelis hakim, tim jaksa penuntut umum (JPU) melimpahkan kembali berkas perkara 13 manajer investasi (MI) dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya. Pelimpahan berkas pada Jumat, 20 Agustus 2021 ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta itu dikritik.
 
"Dengan dakwaan batal demi hukum, maka perkara itu dicoret dari register perkara di pengadilan. Berarti perkara kembali ke Kejaksaan, di mana ada terdakwanya?" kata pakar hukum pidana Chairul Huda kepada wartawan, Minggu, 22 Agustus 2021.
 
Baca: Guru Besar Unair Nilai Kejagung Cepat Usut Korupsi Jiwasraya dan ASABRI

Menurut dia, pelimpahan kembali berkas perkara itu tidak tepat. Sebab, status 13 MI itu kembali ke awal, yakni sebagai tersangka.
 
"Kalau batal itu berarti dicoret dari register pengadilan, sudah tidak ada lagi status terdakwanya," kata Chairul.
 
Dia turut mengkritik rentang waktu pengambalian berkas merespons putusan sela hakim. Menurut Chairul, tindakan itu terbilang cukup cepat, meski Kejaksaan belum menerima salinan lengkap putusan sela pembatalan dakwaan oleh hakim Tipikor pada 16 Agustus 2021 itu.
 
"Dakwaannya berarti tidak jelas, obscuur libel, dakwaannya kabur. Sehingga dibatalkan oleh majelis hakim, saya kira tepat," kata dia.
 
Senada, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar, melihat pelimpahan kembali berkas perkara tak tepat. Sebab, hakim telah memutuskan secara cermat dengan menolak dakwaan tersebut.
 
Menurut dia, hal ini menjadi alarm untuk Jaksa Agung ST Burhanuddin. Sebab, kasus Jiwasraya diduga kuat sudah merugikan pihak ketiga. 
 
"Bukan lagi persoalan nominal semata, tapi ratusan ribu nasabah maupun investor sudah dirugikan dalam kasus ini," kata Haris.
 
Di sisi lain, dia meminta Korps Adhya menyikapi serius survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) terkait rendahnya kepercayaan publik terhadap kejaksaan. Penanganan kasus Jiwasraya yang dinilai tidak tepat dapat memperparah penilaian publik.
 
"Jika Jaksa Agung masih jemawa menggubris hasil survei yang menyebut kredibilitas kejaksaan yang makin merosot, ini bukan lagi namanya buruk rupa, tapi malah memperburuk kondisi penegakan hukum di Indonesia," kata dia.
 
Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) membeberkan hasil survei bertajuk 'Sikap Publik Nasional Terhadap Kinerja Kejaksaan'. Mayoritas dari 1.000 responden menilai kejaksaan tak bersih dari praktik suap.
 
"Sekitar 59 persen warga menilai jaksa di negara kita tidak bersih dari praktik suap. Yang menilai jaksa bersih dari praktik suap hanya 26 persen. Sisanya, sekitar 15 persen, tidak dapat memberi penilaian," kata Direktur Riset SMRC Deni Irvani melalui keterangan tertulis, Kamis, 19 Agustus 2021.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan