Jakarta: Kuasa hukum terdakwa kasus korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, Sofyan Basir, kembali menanyakan perkembangan izin menghadirkan eks Menteri Sosial Idrus Marham di pengadilan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menerima izin dari Mahkamah Agung (MA).
"Seyogyanya kami telah kirimkan izin Idrus Marham pada 27 Agustus 2019. Kami belum terima surat izin dari MA," kata JPU KPK Ronald Worotikan saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 2 September 2019.
Ronald menyampaikan Idrus sempat sakit dan dirawat di luar rumah tahanan (rutan). Dia menduga kondisi itu membuat izin Idrus tertunda.
Kuasa hukum Sofyan rencananya menghadirkan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar itu sebagai saksi meringankan. Nama Idrus disebut-sebut dalam dakwaan eks Dirut PLN itu.
"Sabtu (31 Agustus 2019) kemarin sudah kembali ke rutan. Makanya kami dari penuntut umun masih menunggu surat izin," ujar Ronald.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Dia disebut mempertemukan Idrus, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepakatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jakarta: Kuasa hukum terdakwa kasus korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, Sofyan Basir, kembali menanyakan perkembangan izin menghadirkan eks Menteri Sosial Idrus Marham di pengadilan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menerima izin dari Mahkamah Agung (MA).
"Seyogyanya kami telah kirimkan izin Idrus Marham pada 27 Agustus 2019. Kami belum terima surat izin dari MA," kata JPU KPK Ronald Worotikan saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 2 September 2019.
Ronald menyampaikan Idrus sempat sakit dan dirawat di luar rumah tahanan (rutan). Dia menduga kondisi itu membuat izin Idrus tertunda.
Kuasa hukum Sofyan rencananya menghadirkan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar itu sebagai saksi meringankan. Nama Idrus disebut-sebut dalam dakwaan eks Dirut PLN itu.
"Sabtu (31 Agustus 2019) kemarin sudah kembali ke rutan. Makanya kami dari penuntut umun masih menunggu surat izin," ujar Ronald.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Dia disebut mempertemukan Idrus, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepakatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)