Jakarta: Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan status asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Nama Ulum kerap disebut-sebut ikut kecipratan duit kasus dugaan suap dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Sidang lanjutan kasus suap dana hibah KONI dengan terdakwa Deputi IV Kempora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto beragendakan pemeriksaan saksi.
Jaksa KPK menghadirkan empat orang saksi, yaitu Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI, Suradi; Kepala Biro Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga, Yusuf Suparman; Pejabat Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga, Akbar Mia; dan Kabid Olahraga Internasional Kemenpora; Ferry Hadju.
"Saudara tahu status asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum sebagai apa? Pegawai Negeri Sipil atau bagaimana?" tanya jaksa KPK kepada saksi Yusuf Suparman di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 20 Juni 2019.
Yusuf mengatakan berdasarkan yang ia ketahui, status Miftahul Ulum bukanlah PNS Kemenpora. Ulum merupakan pegawai honorer yang diangkat berdasarkan surat keputusan sekretariat Kemenpora.
Jaksa kemudian bertanya kepada Yusuf apakah proposal dana hibah memang mekanismenya didisposisikan oleh Menteri ke asisten pribadinya. "Kalau berdasarkan mekanismenya, biasanya dari Pak Menteri ke pejabat eselon I penanggungjawab program," jawab Yusuf.
Imam dan Ulum santer disebut terlibat dalam kasus ini. Bahkan, dalam sejumlah persidangan, nama keduanya disebut kecipratan uang haram dana hibah untuk KONI tersebut.
Dalam putusan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta meyakini uang senilai Rp11,5 miliar mengalir ke Imam Nahrawi. Uang suap dana hibah Kemenpora kepada KONI itu diserahkan Fuad kepada Imam melalui Ulum dan staf protokol Kemenpora, Arief Susanto.
Ulum menerima uang dengan rincian, Rp2 miliar pada Maret 2018, yang diserahkan di kantor KONI. Kemudian, Rp500 juta diserahkan pada Februari 2018 di ruang kerja Sekjen KONI. Selanjutnya, Rp3 miliar melalui Arief Susanto yang menjadi orang suruhan Ulum.
Kemudian, Rp3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Sekjen KONI pada Mei 2018. Selanjutnya, penyerahan Rp3 miliar dalam mata uang asing. Uang diserahkan sebelum lebaran di Lapangan Tenis Kemenpora pada 2018.
Lima pejabat Kemenpora dan KONI ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Kelima tersangka itu ialah Deputi IV Prestasi Olahraga Kementerian Olahraga (Kemenpora) Mulyana, Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora Adi Purnomo, dan Staf Kementerian Pemuda Olahraga Eko Triyanto.
Adi dan Eko diduga menerima uang suap Rp318 juta dari Ending dan Jhony. Sedangkan Mulyana menerima uang dalam beberapa tahap.
Pada Juni 2018 ia menerima satu unit mobil Toyota Fortuner. Uang Rp300 juta diterima pada tahap kedua. Pada September 2018, dia menerima satu unit Samsung Galaxy Note 9. Suap itu diberikan agar dana hibah segera direalisasikan
Dalam perkara ini, Ending dan Jhony dinyatakan bersalah dan diganjar hukumna pidana masing-masing 2 tahun 8 bulan penjara dan 1 tahun 8 bulan penjara. Mereka dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sedangkan Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan status asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Nama Ulum kerap disebut-sebut ikut kecipratan duit kasus dugaan suap dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Sidang lanjutan kasus suap dana hibah KONI dengan terdakwa Deputi IV Kempora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto beragendakan pemeriksaan saksi.
Jaksa KPK menghadirkan empat orang saksi, yaitu Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI, Suradi; Kepala Biro Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga, Yusuf Suparman; Pejabat Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga, Akbar Mia; dan Kabid Olahraga Internasional Kemenpora; Ferry Hadju.
"Saudara tahu status asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum sebagai apa? Pegawai Negeri Sipil atau bagaimana?" tanya jaksa KPK kepada saksi Yusuf Suparman di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 20 Juni 2019.
Yusuf mengatakan berdasarkan yang ia ketahui, status Miftahul Ulum bukanlah PNS Kemenpora. Ulum merupakan pegawai honorer yang diangkat berdasarkan surat keputusan sekretariat Kemenpora.
Jaksa kemudian bertanya kepada Yusuf apakah proposal dana hibah memang mekanismenya didisposisikan oleh Menteri ke asisten pribadinya. "Kalau berdasarkan mekanismenya, biasanya dari Pak Menteri ke pejabat eselon I penanggungjawab program," jawab Yusuf.
Imam dan Ulum santer disebut terlibat dalam kasus ini. Bahkan, dalam sejumlah persidangan, nama keduanya disebut kecipratan uang haram dana hibah untuk KONI tersebut.
Dalam putusan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta meyakini uang senilai Rp11,5 miliar mengalir ke Imam Nahrawi. Uang suap dana hibah Kemenpora kepada KONI itu diserahkan Fuad kepada Imam melalui Ulum dan staf protokol Kemenpora, Arief Susanto.
Ulum menerima uang dengan rincian, Rp2 miliar pada Maret 2018, yang diserahkan di kantor KONI. Kemudian, Rp500 juta diserahkan pada Februari 2018 di ruang kerja Sekjen KONI. Selanjutnya, Rp3 miliar melalui Arief Susanto yang menjadi orang suruhan Ulum.
Kemudian, Rp3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Sekjen KONI pada Mei 2018. Selanjutnya, penyerahan Rp3 miliar dalam mata uang asing. Uang diserahkan sebelum lebaran di Lapangan Tenis Kemenpora pada 2018.
Lima pejabat Kemenpora dan KONI ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Kelima tersangka itu ialah Deputi IV Prestasi Olahraga Kementerian Olahraga (Kemenpora) Mulyana, Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora Adi Purnomo, dan Staf Kementerian Pemuda Olahraga Eko Triyanto.
Adi dan Eko diduga menerima uang suap Rp318 juta dari Ending dan Jhony. Sedangkan Mulyana menerima uang dalam beberapa tahap.
Pada Juni 2018 ia menerima satu unit mobil Toyota Fortuner. Uang Rp300 juta diterima pada tahap kedua. Pada September 2018, dia menerima satu unit Samsung Galaxy Note 9. Suap itu diberikan agar dana hibah segera direalisasikan
Dalam perkara ini, Ending dan Jhony dinyatakan bersalah dan diganjar hukumna pidana masing-masing 2 tahun 8 bulan penjara dan 1 tahun 8 bulan penjara. Mereka dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sedangkan Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)