Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. Dok. Istimewa
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. Dok. Istimewa

Polri Didesak Limpahkan Kasus Brigadir J ke Bareskrim

Siti Yona Hukmana • 29 Juli 2022 13:13
Jakarta: Polri didesak melimpahkan kasus Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat (J) yang tengah ditangani Polda Metro Jaya ke Bareskrim. Kasus itu terkait dugaan pelecehan seksual dan pengancaman terhadap Putri Chandrawathi, istri Kadiv Propam Polri nonaktif, Irjen Ferdy Sambo.
 
"Indonesia Police Watch (IPW) mendesak kasus pelecehan dan pengancaman harus ditarik dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada Medcom.id, Jumat, 29 Juli 2022.
 
Dia menyayangkan kegiatan prarekonstruksi yang digelar Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu. Menurut dia, prarekonstruksi itu bukan rekonstruksi yang seharusnya dilakukan Polri sesuai Surat Keputusan (SK) Kapolri Nomor 1205 Tahun 2000.

"Rekonstruksi harus dibuat berdasarkan hasil autopsi baru," ujar Sugeng.
 
Sugeng setuju dengan pendapat mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Susno Duadji soal hasil autopsi ulang Brigadir J bisa berubah 180 derajat. Sehingga, IPW sejak awal meminta Polri mengautopsi ulang Brigadir J.
 
"Autopsi ulang akan membuka tabir kebenaran kasus ini. Apalagi hasil CCTV dan juga jejaring komunikasi telah dibuka pusat laboratorium forensik (Puslabfor) Mabes Polri di depan  Komnas HAM. Dugaan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigpol Y (J) makin menguat," ungkap Sugeng.

Prarekonstruksi Polda Metro Jaya Prematur

Pengamat kepolisian Bambang Rukminto mengatakan prarekonstruksi yang dilakukan Polda Metro Jaya prematur. Sebab, hanya berdasarkan kesaksian-kesaksian dan dilandasi pencarian motif bukan data dan bukti-bukti yang ditemukan.
 
"Padahal kerja penyelidikan polisi profesional itu menemukan bukti-bukti untuk menjadi bahan penyidikan bukan merangkai motif," kata Bambang.
 

Baca: Pengamat: Jika Tak Cermat, Hasil Autopsi Ulang Brigadir J Bisa Berbeda 180 Derajat


Menurut dia, motif atau niat jahat tanpa ada bukti belum bisa disebut tindakan pidana. Kesaksian-kesaksian tanpa ada bukti, kata dia, rawan bias dan bisa mengaburkan asas praduga tak bersalah.
 
"Untuk membuka tabir kasus ini polisi harus kembali ke awal, bukan hanya melakukan autopsi ulang yang diminta keluarga korban, tetapi atas nama keadilan dan kebenaran polisi harus melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) ulang tanpa menunggu desakan publik," ucap peneliti dari Institute for Security of Strategic Studies (ISESS) itu.  
 
Bambang meyakini olah TKP ulang akan memperlihatkan posisi korban, balistik peluru, sidik, bercak darah. Sekaligus bukti-bukti terkait baju, handphone korban, dan senjata api. 
 
"Olah TKP ulang ini penting karena olah TKP awal cacat prosedural. Salah satunya tidak melibatkan saksi eksternal (pengakuan ketua lingkungan/RT di TKP)," tutur Bambang. 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan