Jakarta: Dana politik disebut jadi 'sarang' praktik korupsi. Apalagi, partai politik (Parpol) sejauh ini masih mencari kader yang secara finansial unggul untuk mendanai proses politik.
"Karena memang parpol pendanaannya masih kurang, sehingga pada saat memilih calonnya calon yang berduit, cari artis, karena proses politik kita berbiaya tinggi," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Maret 2020.
Ghufron juga menyebut sebagian besar orang kaya kerap menggunakan uang untuk membeli suara pemilih. Politik uang itu masih kerap terjadi di daerah pedesaan.
"Mohon maaf, di daerah itu karena tingkat ekonominya rendah, sehingga yang dipilih yang ransumnya banyak. Oh ini beras, oh ini sembako, eh ini amplopnya," ucap Ghufron.
Baca: KPK Rekomendasikan Dana Bantuan Parpol Rp8.000 Per Suara
Menurut Ghufron, kebiasaan buruk ini lah penyebab lahirnya pemimpin yang tidak sesuai dengan harapan rakyat. Bahkan, kata dia, orang ini akan menghalalkan segala cara untuk mengembalikan dana politik yang dikeluarkannya.
"Itu dari parpolnya pendanaannya masih kurang. Dia disupliai dana dari negara sekitar Rp1.800 per vote per tahun, sementara dia tidak boleh mencari dana," ujar Ghufron.
Ilustrasi KPK. Medcom.id.
Ghufron mengatakan permasalahan ini semakin marak dengan minimnya edukasi tentang haramnya menerima uang dari calon pejabat. Terlebih, kata dia, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) selalu bermasalah setiap zamannya.
"Mohon maaf seperti kemarin OTT KPU berarti KPU belum siap, sehingga banyak caleg-caleg sudah lah daripada susah payah kampanye abisin duit, perasaan, dan lainnya. Enakan beli di KPU. Itu kan masih ada," ujar dia.
Jakarta: Dana politik disebut jadi 'sarang' praktik korupsi. Apalagi, partai politik (Parpol) sejauh ini masih mencari kader yang secara finansial unggul untuk mendanai proses politik.
"Karena memang parpol pendanaannya masih kurang, sehingga pada saat memilih calonnya calon yang berduit, cari artis, karena proses politik kita berbiaya tinggi," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Maret 2020.
Ghufron juga menyebut sebagian besar orang kaya kerap menggunakan uang untuk membeli suara pemilih. Politik uang itu masih kerap terjadi di daerah pedesaan.
"Mohon maaf, di daerah itu karena tingkat ekonominya rendah, sehingga yang dipilih yang ransumnya banyak. Oh ini beras, oh ini sembako, eh ini amplopnya," ucap Ghufron.
Baca:
KPK Rekomendasikan Dana Bantuan Parpol Rp8.000 Per Suara
Menurut Ghufron, kebiasaan buruk ini lah penyebab lahirnya pemimpin yang tidak sesuai dengan harapan rakyat. Bahkan, kata dia, orang ini akan menghalalkan segala cara untuk mengembalikan dana politik yang dikeluarkannya.
"Itu dari parpolnya pendanaannya masih kurang. Dia disupliai dana dari negara sekitar Rp1.800 per vote per tahun, sementara dia tidak boleh mencari dana," ujar Ghufron.
Ilustrasi KPK. Medcom.id.
Ghufron mengatakan permasalahan ini semakin marak dengan minimnya edukasi tentang haramnya menerima uang dari calon pejabat. Terlebih, kata dia, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) selalu bermasalah setiap zamannya.
"Mohon maaf seperti kemarin OTT KPU berarti KPU belum siap, sehingga banyak caleg-caleg sudah lah daripada susah payah kampanye abisin duit, perasaan, dan lainnya. Enakan beli di KPU. Itu kan masih ada," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)