medcom.id, Jakarta: Mantan Jaksa Agung Urip Tri Gunawan menyebut Jaksa Penuntut Umum KPK tidak berkekuatan hukum. Sehingga, penuntutan yang dilakukan jaksa KPK adalah tidak sah.
Hal ini disampaikan Urip dalam nota Peninjauan Kembali (PK) yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
"Bahwa pimpinan KPK dan pegawai KPK tidak lagi memiliki tugas, kewenangan, kewajiban maupun hak dalam kedudukan, jabatan maupun profesi yang lama, tetapi memiliki tugas, kewenangan, kewajiban maupun hak dalam kedudukan yang baru berdasarkan undang-undang yang berlaku. Sehingga kedudukan jaksa pada Kejaksaan RI dan jaksa yang menjadi pegawai KPK adalah tidak sama," kata Urip yang mengajukan sendiri nota PK.
Dia berpendapat, berdasarkan Pasal 1 angka 6 a KUHP jo Pasal 1 angka 1, UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI jo. wewenang jaksa pada kejaksaan RI antara lain penyidikan, penyidikan dalam tindak pidana korupsi, penyidikan pelanggaran HAM, pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, mewakili negara sebagai jaksa pengacara negara dan lain-lain.
Dia berkilah, jaksa yang menjadi pegawai KPK tidak bisa lagi disebut jaksa sebagaimana dalam Undang-Undang tentang Kejaksaan RI dimana Jaksa KPK adalah pegawai KPK yang diberikan tugas dan wewenang selaku penuntut umum oleh undang-undang.
"Pegawai KPK yang melaksanakan tugas penuntut umum tidak berwenang dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum," jelas dia.
Karena itu, kata Urip, jaksa pada kejaksaan agung RI yang diperbantukan menjadi pegawai KPK adalah penuntut umum dan tidak memiliki kewenangan sebagai eksekutor.
"Sehingga berkaitan dengan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (eksekusi) selama ini yang dilakukan oleh penuntut umum KPK adalah tidak sah, akibatnya eksekusi tersebut batal demi hukum," tandas Urip.
Adapun diketahui, Urip di vonis 20 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider delapan bulan kurungan. Urip terbukti menerima duit USD660 ribu dari Artalyta Suryani karena membantu membocorkan proses penyelidikan perkara BLBI yang kemungkinan menyeret pimpinan Bank Dagang Nasional Indonesia (BFNI) Sjamsul Nursalim.
Dia juga terbukti meminta bantuan jaksa lain agar menutup kasus BLBI dari pidana agar dipindahkan menjadi kasus perdata. Atas perbuatannya itu, kasus BLBI ditutup dan Urip mendapatkan uang dari Artalyta alias Ayin.
Urip juga terbukti memeras mantan Kepala BPPN Glen Surya Yusuf sebesar Rp1 miliar. Glen yang juga kemungkinan bakal menjadi tersangka BLBI dimintakan duit agar tidak terjerat dalam kasus itu.
Atas vonis nya, Urip mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, namun ditolak. Tak puas, dia maju ke Kasasi. Di tingkat MA, kasasi Urip juga ditolak.
Ketua Majelis Hakim Kasasi, Artidjo Alkostar menyatakan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada tingkat pertama dan banding telah menerapkan hukum dengan benar.
medcom.id, Jakarta: Mantan Jaksa Agung Urip Tri Gunawan menyebut Jaksa Penuntut Umum KPK tidak berkekuatan hukum. Sehingga, penuntutan yang dilakukan jaksa KPK adalah tidak sah.
Hal ini disampaikan Urip dalam nota Peninjauan Kembali (PK) yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
"Bahwa pimpinan KPK dan pegawai KPK tidak lagi memiliki tugas, kewenangan, kewajiban maupun hak dalam kedudukan, jabatan maupun profesi yang lama, tetapi memiliki tugas, kewenangan, kewajiban maupun hak dalam kedudukan yang baru berdasarkan undang-undang yang berlaku. Sehingga kedudukan jaksa pada Kejaksaan RI dan jaksa yang menjadi pegawai KPK adalah tidak sama," kata Urip yang mengajukan sendiri nota PK.
Dia berpendapat, berdasarkan Pasal 1 angka 6 a KUHP jo Pasal 1 angka 1, UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI jo. wewenang jaksa pada kejaksaan RI antara lain penyidikan, penyidikan dalam tindak pidana korupsi, penyidikan pelanggaran HAM, pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, mewakili negara sebagai jaksa pengacara negara dan lain-lain.
Dia berkilah, jaksa yang menjadi pegawai KPK tidak bisa lagi disebut jaksa sebagaimana dalam Undang-Undang tentang Kejaksaan RI dimana Jaksa KPK adalah pegawai KPK yang diberikan tugas dan wewenang selaku penuntut umum oleh undang-undang.
"Pegawai KPK yang melaksanakan tugas penuntut umum tidak berwenang dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum," jelas dia.
Karena itu, kata Urip, jaksa pada kejaksaan agung RI yang diperbantukan menjadi pegawai KPK adalah penuntut umum dan tidak memiliki kewenangan sebagai eksekutor.
"Sehingga berkaitan dengan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (eksekusi) selama ini yang dilakukan oleh penuntut umum KPK adalah tidak sah, akibatnya eksekusi tersebut batal demi hukum," tandas Urip.
Adapun diketahui, Urip di vonis 20 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider delapan bulan kurungan. Urip terbukti menerima duit USD660 ribu dari Artalyta Suryani karena membantu membocorkan proses penyelidikan perkara BLBI yang kemungkinan menyeret pimpinan Bank Dagang Nasional Indonesia (BFNI) Sjamsul Nursalim.
Dia juga terbukti meminta bantuan jaksa lain agar menutup kasus BLBI dari pidana agar dipindahkan menjadi kasus perdata. Atas perbuatannya itu, kasus BLBI ditutup dan Urip mendapatkan uang dari Artalyta alias Ayin.
Urip juga terbukti memeras mantan Kepala BPPN Glen Surya Yusuf sebesar Rp1 miliar. Glen yang juga kemungkinan bakal menjadi tersangka BLBI dimintakan duit agar tidak terjerat dalam kasus itu.
Atas vonis nya, Urip mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, namun ditolak. Tak puas, dia maju ke Kasasi. Di tingkat MA, kasasi Urip juga ditolak.
Ketua Majelis Hakim Kasasi, Artidjo Alkostar menyatakan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada tingkat pertama dan banding telah menerapkan hukum dengan benar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)