medcom.id, Jakarta: Hari itu, Kamis 27 September 2012, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miranda Swaray Goeltom tampak tenang meski harus menghadapi kenyataan hakim memvonis dirinya tiga tahun penjara.
Wanita lulusan Boston University, Amerika Serikat, ini berusaha tak terlihat emosional. Sejak sidang hari pertama hingga vonis, Miranda memang selalu tampak tenang. "Saya dizalimi, tidak ada bukti," kata Miranda seusai vonis kala itu.
Bekas Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) itu terseret kasus suap cek pelawat. Kasus ini diungkap politikus PDI Perjuangan Agus Chondro, yang menyatakan Miranda pernah berjanji memberikan uang sebelum proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR.
Pada 26 Januari 2012, KPK menetapkan istri Oloan P Siahaan itu sebagai tersangka. Dia dituduh menyuap sejumlah anggota DPR untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Puluhan anggota DPR Komisi IX periode 1999-2004 tersandung kasus ini.
Aktor lain kasus ini adalah Nunun Nurbaeti. Istri dari mantan Wakapolri Adang Darajatun ini, membagikan cek perjalanan ke sejumlah anggota DPR agar meloloskan Miranda sebagai DGS BI. Miranda tak pernah menyerahkan langsung cek itu ke para legislator.
Yang menjadi misteri, hingga kini belum terungkap sosok sponsor penyedia dana suap itu. Namun di persidangan terungkap, cek perjalanan yang digunakan sebagai alat suap itu dibeli Bank Artha Graha dari Bank Internasional Indonesia.
Ceritanya bermula pada 2004, seorang pengusaha bernama Ferry Yan membuat kesepakatan bisnis dengan PT First Mujur Plantation and Industry. Mereka sepakat membeli lahan seluas 5.000 hektar untuk perkebunan kelapa sawit senilai Rp75 miliar di Sumatera.
Kesepakatan itu menyebutkan dana pembelian sebanyak 80 persen ditanggung pihak First Mujur. Sementara sisanya jadi kewajiban Ferry. Lantas, First Mujur mengajukan kredit berjangka ke Bank Artha Graha. Kredit cair dalam bentuk cek yang langsung diserahkan kepada Ferry. Kemudian, Ferry meminta pihak bank agar cek berbentuk cek perjalanan pecahan Rp50 juta.
Karena Artha Graha tak menerbitkan cek perjalanan, bank itu membeli ke BII, akan tetapi tiba-tiba cek pelawat itu berada di tangan Nunun. Melalui orang dekatnya, Arie Malangjudo, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun membagikan cek itu ke para legislator agar memenangkan Miranda. Ferry sendiri kini sudah meninggal.
Padahal menurut beberapa pihak, Ferry bisa menjadi saksi kunci dalam kasus ini.
Nunun sempat kabur ke luar negeri, namun tertangkap pada 2011 di Bangkok Thailand. Tertangkapnya Nunun diharapkan bisa menguak sosok penyokong dana. Tapi hingga kini, kasus cek pelawat masih misterius.
Nunun divonis dua tahun, sementara Miranda tiga tahun penjara. Selain hukuman penjara Miranda juga diwajibkan membayar denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Miranda terbukti secara sah melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Putusan ini diperkuat di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tipikor pada PT DKI Jakarta. Miranda juga sempat mangajukan kasasi, tapi ditolak Mahkamah Agung.
Dia sempat ditahan di Rutan Wanita Pondok Bambu sejak 1 Juni 2012 dan mulai menjalani hukuman penjara usai diputus bersalah pada 25 April 2013. Hari ini, Selasa 2 Juni, Miranda bebas setelah menjalani masa hukumannya.
medcom.id, Jakarta: Hari itu, Kamis 27 September 2012, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miranda Swaray Goeltom tampak tenang meski harus menghadapi kenyataan hakim memvonis dirinya tiga tahun penjara.
Wanita lulusan Boston University, Amerika Serikat, ini berusaha tak terlihat emosional. Sejak sidang hari pertama hingga vonis, Miranda memang selalu tampak tenang. "Saya dizalimi, tidak ada bukti," kata Miranda seusai vonis kala itu.
Bekas Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) itu terseret kasus suap cek pelawat. Kasus ini diungkap politikus PDI Perjuangan Agus Chondro, yang menyatakan Miranda pernah berjanji memberikan uang sebelum proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR.
Pada 26 Januari 2012, KPK menetapkan istri Oloan P Siahaan itu sebagai tersangka. Dia dituduh menyuap sejumlah anggota DPR untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Puluhan anggota DPR Komisi IX periode 1999-2004 tersandung kasus ini.
Aktor lain kasus ini adalah Nunun Nurbaeti. Istri dari mantan Wakapolri Adang Darajatun ini, membagikan cek perjalanan ke sejumlah anggota DPR agar meloloskan Miranda sebagai DGS BI. Miranda tak pernah menyerahkan langsung cek itu ke para legislator.
Yang menjadi misteri, hingga kini belum terungkap sosok sponsor penyedia dana suap itu. Namun di persidangan terungkap, cek perjalanan yang digunakan sebagai alat suap itu dibeli Bank Artha Graha dari Bank Internasional Indonesia.
Ceritanya bermula pada 2004, seorang pengusaha bernama Ferry Yan membuat kesepakatan bisnis dengan PT First Mujur Plantation and Industry. Mereka sepakat membeli lahan seluas 5.000 hektar untuk perkebunan kelapa sawit senilai Rp75 miliar di Sumatera.
Kesepakatan itu menyebutkan dana pembelian sebanyak 80 persen ditanggung pihak First Mujur. Sementara sisanya jadi kewajiban Ferry. Lantas, First Mujur mengajukan kredit berjangka ke Bank Artha Graha. Kredit cair dalam bentuk cek yang langsung diserahkan kepada Ferry. Kemudian, Ferry meminta pihak bank agar cek berbentuk cek perjalanan pecahan Rp50 juta.
Karena Artha Graha tak menerbitkan cek perjalanan, bank itu membeli ke BII, akan tetapi tiba-tiba cek pelawat itu berada di tangan Nunun. Melalui orang dekatnya, Arie Malangjudo, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun membagikan cek itu ke para legislator agar memenangkan Miranda. Ferry sendiri kini sudah meninggal.
Padahal menurut beberapa pihak, Ferry bisa menjadi saksi kunci dalam kasus ini.
Nunun sempat kabur ke luar negeri, namun tertangkap pada 2011 di Bangkok Thailand. Tertangkapnya Nunun diharapkan bisa menguak sosok penyokong dana. Tapi hingga kini, kasus cek pelawat masih misterius.
Nunun divonis dua tahun, sementara Miranda tiga tahun penjara. Selain hukuman penjara Miranda juga diwajibkan membayar denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Miranda terbukti secara sah melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Putusan ini diperkuat di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tipikor pada PT DKI Jakarta. Miranda juga sempat mangajukan kasasi, tapi ditolak Mahkamah Agung.
Dia sempat ditahan di Rutan Wanita Pondok Bambu sejak 1 Juni 2012 dan mulai menjalani hukuman penjara usai diputus bersalah pada 25 April 2013. Hari ini, Selasa 2 Juni, Miranda bebas setelah menjalani masa hukumannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(KRI)