medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung dalami kasus sengketa lahan Cengkareng Barat yang dibeli Pemprov DKI pada November 2015 lalu. Sejumlah saksi pun dimintai keterangan terkait pembelian lahan seluas 4,6 hektar itu.
Salah satu saksi yang didatangkan adalah mantan Sekertaris Lurah Cengkareng Barat Jufrianto Amin. Jufri dinilai mengetahui lahan yang dibeli Dinas Perumahan DKI itu dalam sengketa.
Jufri diperiksa sejak pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Ia mengaku, telah menjawab sebanyak 25 pertanyaan yang diajukan Penyidik Kejagung.
"Saya menerangkan kalau lahan itu sengketa dan memiliki dua sertifikat. Saya juga jelaskan kalau tanah itu ada tujuh girik," kata Jufri usai jalani pemeriksaan di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2016).
Jufrianto juga menyerahkan beberapa dokumen penerbitan sertifikat milik Toeti Noeziar Soekarno yang dikeluarkan tahun 2010. Ia menyampaikan, telah menjelaskan bila Pemprov DKI tidak membeli lahan melainkan hanya sertifikat bodong.
Jufri mengaku telah memberi keterangan pada Bareskrim Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Selain Jufri, kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Barat Sukmanto dan Mantan Kepala Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Sukmana.
"Ada mereka juga tadi. Tapi ruangnya berbeda. Kalau pak Sukmana dan Sukmanto datang dari pukul 10.00 WIB. Mereka sudah selesai duluan," ujar Jufri.
Sebelumnya, ia menjelaskan lahan terdiri dari tujuh girik. Pada 1967, Dinas membeli lahan yang berada di Rawa Bengkel di RW 07 Kelurahan Cengkareng Barat itu untuk pembibitan. Peruntukkan itu berlangsung sampai saat ini. Dari tujuh hanya enam girik yang dibeli.
Rinciannya, atas nama Oei Eang Nio Girik C 1205 Persil 82b SIV dengan luas tanah 2.000 meter persegi. Lalu, Ayani Ahyar Girik C 1332 Persil 120 SIII dengan luas 840 meter persegi, Persil 83a S II dengan luas tanah 1.420 meter persegi. Kemudian Iskandar Girik 1168 Persil 83 b SII luas tanah 1.630 meter persegi dan Persil 30 S II dengan luas tanah 4.420 meter persegi.
Disusul Haji Achayar Girik C 1342 Persil 83 b S II dengan luas tanah 2.660 meter persegi. Lalu, Mugeni B. Muhamad Girik C 1619 Persil 60S III dengan luas tanah 940 meter persegi. Terakhir atas nama Oei Pek Liang Girik C 924 Persil 76 S III dengan luas tanah 3.2850 dan Persil 76 SII dengan luas tanah 1.7700 meter persegi.
"Tiba-tiba ada nama Toeti Soekarno mengklaim memiliki lahan milik Pemda. Padahal ada surat pernyataan dari Keluarga Iskandar (salah satu pemilik tanah yang menjual lahan ke Dinas Pertanian Rakyat), tidak pernah menjual girik kepada Toeti. Yang dijual itu ke Dinas," ungkap dia.
Nama Toeti muncul bermula dari kejadian pada 2009. Saat itu, lanjut Jufrianto, ada 'mafia tanah' terdiri dari Koen Soekarno, Haji Matroji, dan Nafis. Bekerja sama dengan oknum Kelurahan Cengkareng Barat, jelas Jufrianto, mereka bertiga merakayasa data-data surat tanah.
Dalam proses pembuatan surat-surat itu Koen Soekarno mengalami kecelakaan dan meninggal. Sementara Haji Matroji terjerat kasus pertanahan dan sempat menjadi tersangka. Usai di-BAP oleh kepolisian, Haji Matroji di tengah perjalanan pulang ke rumah saudara terkena serangan jantung dan meninggal.
"Proses pembuatan surat tanah diteruskan oleh Nafis dengan ahli waris istri dari Koen Soekarno bernama Toeti Noezlar Soekarno," cerita Jufri.
Singkat cerita, upaya ini rupanya mulus ditandai dengan terbitnya Sertifikat Hak Milik Nomor 13069 tanggal 08 Juli 2010 atas nama Toeti Noezlar Soekarno dengan luas tanah 34.503 meter persegi. Penerbitan SHM ini merujuk Girik C 148 Persil 91 Blok S III.
Menurut Jufrianto, pada buku Letter C Kelurahan Cengkareng Barat tak tercatat girik ini. Girik milik Toeti yang benar bernomor 148 Persil 91 Blok D-III. Girik itu letaknya di Cengkareng Timur. Pendek kata, sertifikat Toeti yang dibeli DKI itu berdasarkan girik yang keliru dan tak cocok lokasinya.
Pada November 2015, tanah seluas 4,6 hektare yang diklaim Toeti dijual kepada Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Pemprov DKI Jakarta. Dinas Perumahan membeli tanah tersebut Rp 668 miliar, terdiri atas Rp 634 miliar harga tanah dan Rp 33,9 miliar pajak penghasilan serta pajak bumi dan bangunan.
Dinas membayarnya pada 5 November 2015 kepada Rudi Iskandar sebagai kuasa pemilik lahan Toeti Noezlar Soekarno. Kasus ini terungkap setelah Rudi Hartono memberikan gratifikasi sebesar Rp.9,6 miliar ke Sukmana.
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung dalami kasus sengketa lahan Cengkareng Barat yang dibeli Pemprov DKI pada November 2015 lalu. Sejumlah saksi pun dimintai keterangan terkait pembelian lahan seluas 4,6 hektar itu.
Salah satu saksi yang didatangkan adalah mantan Sekertaris Lurah Cengkareng Barat Jufrianto Amin. Jufri dinilai mengetahui lahan yang dibeli Dinas Perumahan DKI itu dalam sengketa.
Jufri diperiksa sejak pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Ia mengaku, telah menjawab sebanyak 25 pertanyaan yang diajukan Penyidik Kejagung.
"Saya menerangkan kalau lahan itu sengketa dan memiliki dua sertifikat. Saya juga jelaskan kalau tanah itu ada tujuh girik," kata Jufri usai jalani pemeriksaan di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2016).
Jufrianto juga menyerahkan beberapa dokumen penerbitan sertifikat milik Toeti Noeziar Soekarno yang dikeluarkan tahun 2010. Ia menyampaikan, telah menjelaskan bila Pemprov DKI tidak membeli lahan melainkan hanya sertifikat bodong.
Jufri mengaku telah memberi keterangan pada Bareskrim Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Selain Jufri, kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Barat Sukmanto dan Mantan Kepala Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Sukmana.
"Ada mereka juga tadi. Tapi ruangnya berbeda. Kalau pak Sukmana dan Sukmanto datang dari pukul 10.00 WIB. Mereka sudah selesai duluan," ujar Jufri.
Sebelumnya, ia menjelaskan lahan terdiri dari tujuh girik. Pada 1967, Dinas membeli lahan yang berada di Rawa Bengkel di RW 07 Kelurahan Cengkareng Barat itu untuk pembibitan. Peruntukkan itu berlangsung sampai saat ini. Dari tujuh hanya enam girik yang dibeli.
Rinciannya, atas nama Oei Eang Nio Girik C 1205 Persil 82b SIV dengan luas tanah 2.000 meter persegi. Lalu, Ayani Ahyar Girik C 1332 Persil 120 SIII dengan luas 840 meter persegi, Persil 83a S II dengan luas tanah 1.420 meter persegi. Kemudian Iskandar Girik 1168 Persil 83 b SII luas tanah 1.630 meter persegi dan Persil 30 S II dengan luas tanah 4.420 meter persegi.
Disusul Haji Achayar Girik C 1342 Persil 83 b S II dengan luas tanah 2.660 meter persegi. Lalu, Mugeni B. Muhamad Girik C 1619 Persil 60S III dengan luas tanah 940 meter persegi. Terakhir atas nama Oei Pek Liang Girik C 924 Persil 76 S III dengan luas tanah 3.2850 dan Persil 76 SII dengan luas tanah 1.7700 meter persegi.
"Tiba-tiba ada nama Toeti Soekarno mengklaim memiliki lahan milik Pemda. Padahal ada surat pernyataan dari Keluarga Iskandar (salah satu pemilik tanah yang menjual lahan ke Dinas Pertanian Rakyat), tidak pernah menjual girik kepada Toeti. Yang dijual itu ke Dinas," ungkap dia.
Nama Toeti muncul bermula dari kejadian pada 2009. Saat itu, lanjut Jufrianto, ada 'mafia tanah' terdiri dari Koen Soekarno, Haji Matroji, dan Nafis. Bekerja sama dengan oknum Kelurahan Cengkareng Barat, jelas Jufrianto, mereka bertiga merakayasa data-data surat tanah.
Dalam proses pembuatan surat-surat itu Koen Soekarno mengalami kecelakaan dan meninggal. Sementara Haji Matroji terjerat kasus pertanahan dan sempat menjadi tersangka. Usai di-BAP oleh kepolisian, Haji Matroji di tengah perjalanan pulang ke rumah saudara terkena serangan jantung dan meninggal.
"Proses pembuatan surat tanah diteruskan oleh Nafis dengan ahli waris istri dari Koen Soekarno bernama Toeti Noezlar Soekarno," cerita Jufri.
Singkat cerita, upaya ini rupanya mulus ditandai dengan terbitnya Sertifikat Hak Milik Nomor 13069 tanggal 08 Juli 2010 atas nama Toeti Noezlar Soekarno dengan luas tanah 34.503 meter persegi. Penerbitan SHM ini merujuk Girik C 148 Persil 91 Blok S III.
Menurut Jufrianto, pada buku Letter C Kelurahan Cengkareng Barat tak tercatat girik ini. Girik milik Toeti yang benar bernomor 148 Persil 91 Blok D-III. Girik itu letaknya di Cengkareng Timur. Pendek kata, sertifikat Toeti yang dibeli DKI itu berdasarkan girik yang keliru dan tak cocok lokasinya.
Pada November 2015, tanah seluas 4,6 hektare yang diklaim Toeti dijual kepada Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Pemprov DKI Jakarta. Dinas Perumahan membeli tanah tersebut Rp 668 miliar, terdiri atas Rp 634 miliar harga tanah dan Rp 33,9 miliar pajak penghasilan serta pajak bumi dan bangunan.
Dinas membayarnya pada 5 November 2015 kepada Rudi Iskandar sebagai kuasa pemilik lahan Toeti Noezlar Soekarno. Kasus ini terungkap setelah Rudi Hartono memberikan gratifikasi sebesar Rp.9,6 miliar ke Sukmana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)