Jakarta: Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung menuntut pengusaha Tommy Sumardi hukuman 1,5 tahun penjara. Tommy dinilai bersalah atas dugaan membantu terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra menyuap dua petinggi Polri.
"Menghukum terdakwa Tommy Sumardi dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan," kata salah satu jaksa saat membaca tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipokor) Jakarta Pusat, Selasa, 15 Desember 2020.
Jaksa juga menuntut hakim menjatuhi hukuman denda ke Tommy sebesar Rp100 juta. Tommy wajib menggantinya dengan kurungan enam tahun penjara jika tidak membayar denda tersebut.
Tommy didakwa menjembatani suap dari Djoko Tjandra ke dua jenderal Polri. Suap diberikan kepada mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Keduanya menerima total Rp8 miliar.
Napoleon menerima SGD200 ribu (sekitar Rp2,1 miliar, kurs SGD1 = Rp10.700) dan USD270 ribu (sekitar Rp6,1 miliar, kurs USD1 = Rp14.700). Sedangkan Prasetyo menerima USD150 ribu atau sekitar Rp2,2 miliar.
Baca: Surat Jalan Palsu, Djoko Tjandra Dituntut 2 Tahun Penjara
Penghapusan nama Djoko Tjandra di Ditjen Imigrasi dengan memerintahkan penerbitan sejumlah surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi. Surat tersebut, yakni Nomor: B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tertanggal 29 April 2020, surat Nomor: B/1030/IV/2020/NCB-Div HI tertanggal 4 Mei 2020, dan surat Nomor: B/1036/IV/2020/NCB-Div HI tertanggal 5 Mei 2020.
Jaksa mengungkapkan surat-surat tersebut diberikan kepada pihak Imigrasi untuk menghapus status daftar pencarian orang (DPO) atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi. Pemberian uang itu berlangsung sejak April hingga Juni 2020. Penyuapan dilakukan di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Tommy didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung menuntut pengusaha Tommy Sumardi hukuman 1,5 tahun penjara. Tommy dinilai bersalah atas dugaan membantu terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali
Djoko Soegiarto Tjandra menyuap dua petinggi Polri.
"Menghukum terdakwa Tommy Sumardi dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan," kata salah satu jaksa saat membaca tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipokor) Jakarta Pusat, Selasa, 15 Desember 2020.
Jaksa juga menuntut hakim menjatuhi hukuman denda ke Tommy sebesar Rp100 juta. Tommy wajib menggantinya dengan kurungan enam tahun penjara jika tidak membayar denda tersebut.
Tommy didakwa menjembatani
suap dari Djoko Tjandra ke dua jenderal Polri. Suap diberikan kepada mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Keduanya menerima total Rp8 miliar.
Napoleon menerima SGD200 ribu (sekitar Rp2,1 miliar, kurs SGD1 = Rp10.700) dan USD270 ribu (sekitar Rp6,1 miliar, kurs USD1 = Rp14.700). Sedangkan Prasetyo menerima USD150 ribu atau sekitar Rp2,2 miliar.
Baca: Surat Jalan Palsu, Djoko Tjandra Dituntut 2 Tahun Penjara
Penghapusan nama Djoko Tjandra di Ditjen Imigrasi dengan memerintahkan penerbitan sejumlah surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi. Surat tersebut, yakni Nomor: B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tertanggal 29 April 2020, surat Nomor: B/1030/IV/2020/NCB-Div HI tertanggal 4 Mei 2020, dan surat Nomor: B/1036/IV/2020/NCB-Div HI tertanggal 5 Mei 2020.
Jaksa mengungkapkan surat-surat tersebut diberikan kepada pihak Imigrasi untuk menghapus status daftar pencarian orang (DPO) atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi. Pemberian uang itu berlangsung sejak April hingga Juni 2020. Penyuapan dilakukan di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Tommy didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)