Jakarta: Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut penyitaan aset hasil tindak pidana tidak mudah. Ada beberapa penyebab pengembalian kerugian negara tidak maksimal.
Pertama, upaya pengembalian aset dinilai masih setengah-setengah. Penyelesaian kegagalan pengembalian aset biasanya hanya melalui tim ad hoc.
"Tim ini, tim itu, makanya tidak ada kelanjutan (perampasan aset)," kata Fickar dalam diskusi virtual, Selasa, 20 April 2021.
Baca: ICW Beberkan 15 Kasus yang Ditangani KPK pada 2020
Permasalah kedua, sistem hukum pidana di Indonesia lebih fokus pada pemenjaraan pelaku. Pengembalian aset tidak menjadi perhatian.
"Padahal banyak aset yang diambil di situ. Ini oleh penegak hukum pidana mestinya lebih banyak mengembalikan aset," ungkap dia.
Ketiga, aset yang bersumber dari tindak pidana biasanya dilindungi oleh rekayasa hukum legal dan keuangan. Alhasil, aset sulit disita dan dikembalikan kepada negara.
"Sulit memang ketika mau menembus aset-aset yang dikuasai melalui perjanjian perdata. Merebutnya harus perkara perdata lagi," sebut dia.
Terakhir, kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perampasan aset tidak maksimal. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana diharap memberikan kewenangan lebih kepada KPK untuk merampas aset hasil tindak pidana, khususnya korupsi.
Jakarta: Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut penyitaan aset hasil
tindak pidana tidak mudah. Ada beberapa penyebab pengembalian kerugian negara tidak maksimal.
Pertama, upaya pengembalian aset dinilai masih setengah-setengah. Penyelesaian kegagalan pengembalian aset biasanya hanya melalui tim ad hoc.
"Tim ini, tim itu, makanya tidak ada kelanjutan (perampasan aset)," kata Fickar dalam diskusi virtual, Selasa, 20 April 2021.
Baca:
ICW Beberkan 15 Kasus yang Ditangani KPK pada 2020
Permasalah kedua, sistem hukum pidana di Indonesia lebih fokus pada pemenjaraan pelaku. Pengembalian aset tidak menjadi perhatian.
"Padahal banyak aset yang diambil di situ. Ini oleh penegak hukum pidana mestinya lebih banyak mengembalikan aset," ungkap dia.
Ketiga, aset yang bersumber dari tindak pidana biasanya dilindungi oleh rekayasa hukum legal dan keuangan. Alhasil, aset sulit disita dan dikembalikan kepada negara.
"Sulit memang ketika mau menembus aset-aset yang dikuasai melalui perjanjian perdata. Merebutnya harus perkara perdata lagi," sebut dia.
Terakhir, kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) dalam perampasan aset tidak maksimal. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana diharap memberikan kewenangan lebih kepada KPK untuk merampas aset hasil tindak pidana, khususnya korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)