Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengacara senior Otto Cornelis Kaligis (OC) Kaligis terkait ketentuan hak narapidana yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan. Mahkamah menilai alasan OC Kaligis pasal tersebut multitafsir, sehingga dia tidak bisa mendapatkan remisi sebagai narapidana korupsi tidak beralasan.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya" ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta, Kamis, 30 September 2021.
OC Kaligis menganggap ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Permasyarakat telah menegaskan hak hukum narapidana yang merupakan hak konstitusional. Namun, dia terkendala mendapatkan remisi karena ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 dan statusnya bukan sebagai pelaku yang bekerja sama (justice collaborator).
OC Kaligis meminta Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 diberlakukan konstitusional bersyarat. Yakni apabila diberlakukan tanpa diskriminasi dan tidak terkecuali pada narapidana korupsi dengan syarat, (a) berkelakuan baik, (b) sudah menjalani masa pidana sedikit-dikitnya enam bulan, (c) tidak dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, dan (d) tidak dipidana hukuman mati.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dalam pertimbangannya menyebut dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum. Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf i tidak bersifat diskriminatif karena hanya memuat rincian tentang hak-hak narapidana, termasuk hak mendapatkan remisi tanpa disertai kondisi atau persyaratan terpenuhi hak tersebut.
Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebut pengaturan lebih lanjut mengenai pemberian remisi dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 merupakan kewenangan yang diberikan pada pemerintah atas dasar Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995. PP mengatur lebih lanjut syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana dalam bentuk peraturan pemerintah.
Mahkamah menegaskan kewenangan memberikan remisi adalah otoritas penuh lembaga permasyarakatan yang dalam tugas pembinaan terhadap warga binaannya tidak bisa diintervensi oleh lembaga lain. OC Kaligis dihukum 10 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I A Sukamiskin Bandung, Jawa Barat.
Dia terbukti menyuap Tripeni Irianto Putro selaku Ketua Majelis Hakim PTUN Medan. OC Kaligis memberikan US$5.000 dan US$15.000 kepada Tripeni.
OC Kaligis juga menyuap masing-masing US$5.000 kepada anggota majelis hakim, yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi. Selain itu, ia juga memberikan US$2.000 kepada Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN Medan.
Baca: OC Kaligis Bantah Pengajuan PK Kedua karena Artidjo
Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengacara senior Otto Cornelis Kaligis
(OC) Kaligis terkait ketentuan hak narapidana yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan. Mahkamah menilai alasan OC Kaligis pasal tersebut multitafsir, sehingga dia tidak bisa mendapatkan remisi sebagai narapidana korupsi tidak beralasan.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya" ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta, Kamis, 30 September 2021.
OC Kaligis menganggap ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Permasyarakat telah menegaskan hak hukum narapidana yang merupakan hak konstitusional. Namun, dia terkendala mendapatkan remisi karena ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 dan statusnya bukan sebagai pelaku yang bekerja sama (justice collaborator).
OC Kaligis meminta Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 diberlakukan konstitusional bersyarat. Yakni apabila diberlakukan tanpa diskriminasi dan tidak terkecuali pada narapidana korupsi dengan syarat, (a) berkelakuan baik, (b) sudah menjalani masa pidana sedikit-dikitnya enam bulan, (c) tidak dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, dan (d) tidak dipidana hukuman mati.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dalam pertimbangannya menyebut dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum. Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf i tidak bersifat diskriminatif karena hanya memuat rincian tentang hak-hak narapidana, termasuk hak mendapatkan remisi tanpa disertai kondisi atau persyaratan terpenuhi hak tersebut.
Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebut pengaturan lebih lanjut mengenai pemberian remisi dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 merupakan kewenangan yang diberikan pada pemerintah atas dasar Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995. PP mengatur lebih lanjut syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana dalam bentuk peraturan pemerintah.
Mahkamah menegaskan kewenangan memberikan remisi adalah otoritas penuh lembaga permasyarakatan yang dalam tugas pembinaan terhadap warga binaannya tidak bisa diintervensi oleh lembaga lain. OC Kaligis dihukum 10 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I A Sukamiskin Bandung, Jawa Barat.
Dia terbukti menyuap Tripeni Irianto Putro selaku Ketua Majelis Hakim PTUN Medan. OC Kaligis memberikan US$5.000 dan US$15.000 kepada Tripeni.
OC Kaligis juga menyuap masing-masing US$5.000 kepada anggota majelis hakim, yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi. Selain itu, ia juga memberikan US$2.000 kepada Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN Medan.
Baca:
OC Kaligis Bantah Pengajuan PK Kedua karena Artidjo
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)