Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Foto: Medcom.id
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Foto: Medcom.id

Fahri Hamzah dan Azis Syamsuddin Disebut dalam Kasus Edhy Prabowo

Fachri Audhia Hafiez • 15 Juli 2021 22:02

Jakarta: Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Fahri Hamzah disebut dalam putusan perkara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Edhy membantu keduanya mempercepat proses perizinan budidaya dan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.
 
Hakim anggota II, Ali Muhtarom, membacakan kesaksian staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri serta staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta. Keduanya mengaku diperintah Edhy.
 
"Para saksi pernah diperintah terdakwa untuk membantu atau mempercepat proses perizinan budidaya dan ekspor dari perusahaan tertentu yang menjadi kolega terdakwa," kata Hakim Ali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Juli 2021.

Terdapat bukti percakapan elektronik atau chat antara Edhy dengan Safri. "Orangnya Pak Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR, mau ikut budidaya lobster," isi pesan itu.
 
Pada percakapan itu, Safri menjawab oke. Percakapan terjadi pada 15-22 Mei 2020.
 
Pada16 Mei 2020, tim Fahri Hamzah disebut mau ikut proyek benur. Tim dihubungi dan diundang untuk presentasi.
 
"Saf, ini tim Pak Fahri Hamzah mau jalan lobster. Langsung hubungi dan undang presentasi," isi percakapan itu. Safri lagi-lagi menjawab oke.
 
Baca: Suap Izin Ekspor Benur, Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara
 
Hakim tak menelaah lebih lanjut keterangan itu dalam putusan. Bukti percakapan tersebut pernah ditampilkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat persidangan Selasa, 15 Juni 2021.
 
Pada perkara ini, Edhy divonis lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Hukuman itu serupa dengan tuntutan JPU KPK.
 
Dia juga dikenakan hukuman membayar uang pengganti Rp9.687.447.219 dan USD77 ribu (sekitar Rp1,12 miliar). Hak dipilih Edhy dalam jabatan publik turut dicabut selama tiga tahun.
 
Edhy terbukti menerima suap Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor benur. Politikus Gerindra itu menerima uang US$77 ribu dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama, Suharjito, melalui asisten pribadinya Amiril Mukminin dan staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri. 
 
Edhy juga menerima Rp24,62 miliar melalui Amiril, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih, staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta, dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe.
 
Seluruh pemberian fulus tersebut untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada perusahaan-perusahaan pengekspor. Uang diberikan bertahap selama Februari hingga November 2020.
 
Perbuatan Edhy melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan