Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pengadilan Negeri (PN) Cibinong untuk menolak gugatan tim kuasa hukum terpidana Nur Alam. Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) itu menggugat keterangan saksi ahli Basuki Wasis dalam persidangan kasus suap pemberian izin tambang di Sulteng.
"KPK meminta Majelis Hakim untuk tidak menerima gugatan yang diajukan oleh Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara karena pokok perkara yang dipersoalkan di Gugatan tersebut masuk ranah hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2018.
KPK menilai gugatan Nur Alam kepada Basuki Wasis seharusnya tidak diproses. Mengingat, tugas seorang saksi ahli ialah memberi keterangan berdasarkan keahliannya sehingga tidak pantas masuk ranah hukum.
Terlebih, kata Febri, perkara Nur Alam saat ini sudah di tingkat kasasi. "KPK memandang seharusnya Gugatan Nur Alam tidak diproses lebih lanjut di PN Cibinong," pungkasnya.
Nur Alam merupakan terpidana kasus pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Nur Alam dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Karena terbukti memperkaya korporasi PT AHB (belakangan diakusisi PT Billy Indonesia) senilai Rp1,5 triliun dari pemberian izin tersebut.
Basuki Wasis yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan memastikan bahwa penghitungan kerugian negara telah dilakukan secara benar berdasarkan hasil penyidikan kerusakan alam di area pertambangan nikel PT AHB di Pulau Kabaena pada 21-22 Februari 2017.
Namun, kesaksian Basuki dalam persidangan itu justru digugat oleh Nur Alam. Terlebih, salah satu pertimbangan hakim di tingkat banding yang kini diperkarakan Nur Alam merujuk pada keterangan Basuki tersebut.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pengadilan Negeri (PN) Cibinong untuk menolak gugatan tim kuasa hukum terpidana Nur Alam. Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) itu menggugat keterangan saksi ahli Basuki Wasis dalam persidangan kasus suap pemberian izin tambang di Sulteng.
"KPK meminta Majelis Hakim untuk tidak menerima gugatan yang diajukan oleh Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara karena pokok perkara yang dipersoalkan di Gugatan tersebut masuk ranah hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2018.
KPK menilai gugatan Nur Alam kepada Basuki Wasis seharusnya tidak diproses. Mengingat, tugas seorang saksi ahli ialah memberi keterangan berdasarkan keahliannya sehingga tidak pantas masuk ranah hukum.
Terlebih, kata Febri, perkara Nur Alam saat ini sudah di tingkat kasasi. "KPK memandang seharusnya Gugatan Nur Alam tidak diproses lebih lanjut di PN Cibinong," pungkasnya.
Nur Alam merupakan terpidana kasus pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Nur Alam dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Karena terbukti memperkaya korporasi PT AHB (belakangan diakusisi PT Billy Indonesia) senilai Rp1,5 triliun dari pemberian izin tersebut.
Basuki Wasis yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan memastikan bahwa penghitungan kerugian negara telah dilakukan secara benar berdasarkan hasil penyidikan kerusakan alam di area pertambangan nikel PT AHB di Pulau Kabaena pada 21-22 Februari 2017.
Namun, kesaksian Basuki dalam persidangan itu justru digugat oleh Nur Alam. Terlebih, salah satu pertimbangan hakim di tingkat banding yang kini diperkarakan Nur Alam merujuk pada keterangan Basuki tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)