Jakarta: Pemilihan ketua umum (ketum) Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Bersama Advokat (Peradi RBA) digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Penentuan ketum berlangsung pada Musyawarah Nasional (Munas) III di Jakarta Selatan, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Kandidat ketum di Munas ke III Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi RBA, Pilipus Tarigan, melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada panitia acara bersama calon ketum terpilih Luhut Pangaribuan. Gugatan teregister dengan nomor 526/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst.
Sidang atas gugatan ini bakal digelar di PN Jakpus pada Senin, 28 September 2020. Pilipus melayangkan gugatan karena menganggap proses pemilihan ketum DPN Peradi RBA banyak keganjilan.
"Panitia telah menghilangkan hak konstitusional dengan membuat persyaratan setiap kandidat ketum wajib menyetor uang Rp500 juta. Akibat persyaratan tersebut, saya mengurung niat untuk maju sebagai ketum DPN Peradi RBA," kata Pilipus dalam keterangan tertulis, Selasa, 15 September 2020.
Menurut dia, panitia tampak berupaya memaksakan calon tunggal pada pemilihan ketum. Pasalnya, akibat prasyarat Rp500 juta, dirinya bersama dua advokat lain mengurungkan niat maju bursa ketum DPN Peradi RBA.
Luhut tetap maju sebagai kandidat tunggal hingga terpilih di dalam Munas III DPN Peradi RBA. Panitia, jelas dia, tidak menggubris pertanyaan dua anggota DPN Peradi RBA soal setoran dari Luhut.
"Kemudian ternyata ketahuan bahwa Luhut pun juga tidak menyetor dana 500 juta yang merupakan persyarat dan telah berhasil menyingkirkan para rivalnya," beber dia.
Baca: Didukung Jadi Ketum Peradi, Ricardo Janjikan Rekonsiliasi
Atas dalil itu, Pilipus meminta hakim membatalkan seluruh keputusan Munas III DPN Peradi. Salah satunya soal keputusan menetapkan Luhut sebagai ketum versi aklamasi ala panitia.
"Harapan para advokat untuk melihat wadah Peradi yang utuh, kembali diliputi awan gelap. Betapa tidak, embrio rekonsiliasi yang digagas oleh Menko Polhukam (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) Mahfud MD dan Menkumham (Menteri Hukum dan HAM) Yasonna Laoly justru diterpa badai baru yang berujung di pengadilan," pungkas dia.
Jakarta: Pemilihan ketua umum (ketum) Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Bersama Advokat (Peradi RBA) digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Penentuan ketum berlangsung pada Musyawarah Nasional (Munas) III di Jakarta Selatan, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Kandidat ketum di Munas ke III Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi RBA, Pilipus Tarigan, melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada panitia acara bersama calon ketum terpilih Luhut Pangaribuan. Gugatan teregister dengan nomor 526/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst.
Sidang atas gugatan ini bakal digelar di PN Jakpus pada Senin, 28 September 2020. Pilipus melayangkan gugatan karena menganggap proses pemilihan ketum DPN Peradi RBA banyak keganjilan.
"Panitia telah menghilangkan hak konstitusional dengan membuat persyaratan setiap kandidat ketum wajib menyetor uang Rp500 juta. Akibat persyaratan tersebut, saya mengurung niat untuk maju sebagai ketum DPN Peradi RBA," kata Pilipus dalam keterangan tertulis, Selasa, 15 September 2020.
Menurut dia, panitia tampak berupaya memaksakan calon tunggal pada pemilihan ketum. Pasalnya, akibat prasyarat Rp500 juta, dirinya bersama dua advokat lain mengurungkan niat maju bursa ketum DPN Peradi RBA.
Luhut tetap maju sebagai kandidat tunggal hingga terpilih di dalam Munas III DPN Peradi RBA. Panitia, jelas dia, tidak menggubris pertanyaan dua anggota DPN Peradi RBA soal setoran dari Luhut.
"Kemudian ternyata ketahuan bahwa Luhut pun juga tidak menyetor dana 500 juta yang merupakan persyarat dan telah berhasil menyingkirkan para rivalnya," beber dia.
Baca:
Didukung Jadi Ketum Peradi, Ricardo Janjikan Rekonsiliasi
Atas dalil itu, Pilipus meminta hakim membatalkan seluruh keputusan Munas III DPN Peradi. Salah satunya soal keputusan menetapkan Luhut sebagai ketum versi aklamasi ala panitia.
"Harapan para advokat untuk melihat wadah
Peradi yang utuh, kembali diliputi awan gelap. Betapa tidak, embrio rekonsiliasi yang digagas oleh Menko Polhukam (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) Mahfud MD dan Menkumham (Menteri Hukum dan HAM) Yasonna Laoly justru diterpa badai baru yang berujung di pengadilan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)