Jakarta: Kritikan Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan koalisi masyarakat terhadap panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) diduga berkaitan dengan dukungan terhadap calon tertentu. WP KPK disinyalir takut calon dari unsur Polri atau kejaksaan lolos jadi pimpinan jilid V.
“Jadi masih banyak yang didukung WP KPK, hanya memang harus diakui WP sangat tidak nyaman dengan capim yang berasal dari Kepolisian,” kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2019.
Sebanyak 20 kandidat dinyatakan lolos tes profile asessment, dua di antaranya merupakan calon dari internal KPK yakni Alexander Marwata dan Sujanarko. WP KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil disebut-sebut menjagokan capim internal KPK Sujanarko dan akademisi yang juga pendiri Malang Corruption Watch Luthfi Jayadi Kurniawan.
Sedangkan, calon dari internal KPK lain dinyatakan gugur pada tahap tes sebelumnya. Mereka adalah Basaria Pandjaitan, Mohammad Tsani Annafari, Pahala Nainggolan, La Ode M Syarif, Chandra Sulistio Reksoprodjo, Dedi Haryadi, dan Giri Suprapdiono.
Boyamin menyebut kritikan terhadap pansel KPK tak lepas dari gagalnya nama-nama calon internal KPK tersebut. Terlebih, KPK santer diterpa isu perpecahan internal yang disebut melibatkan kelompok 'Polisi Taliban dan Polisi India'.
“Pasti sangat berkorelasi dengan seleksi. Karena WP sangat khawatir capim yang dihasilkan akan makin memperburuk keadaan,” kata Boyamin.
Boyamin juga menilai WP KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil khawatir jika dua jagoannya tak masuk 10 besar. “Kalau sekarang istilahnya khawatir calon tersisa akan tidak masuk 10 besar,” ujar dia.
Boyamin menduga masih ada calon di luar internal KPK yang jadi jagoan WP KPK dan koalisi masyarakat. Mereka yakni Supardi dan hakim Nawawi Pomalonga.
“Supardi meskipun Jaksa tetap dapat dukungan WP karena pernah bertugas di KPK yang dinilai cukup baik dan kredibel,” pungkasnya.
Koalisi Masyarakat Kawal Capim KPK yang merupakan gabungan sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, serta Perkumpulan untuk Pemilu, dan Demokrasi (Perludem), sebelumnya mengkritisi kinerja pansel.
WP KPK belakangan juga kerap melayangkan kritik tajam terhadap pansel. Kinerja pansel dianggap menyisakan berbagai persoalan serius. Mulai tindakan atau pernyataan panitia seleksi hingga calon-calon yang tersisa saat ini.
Jakarta: Kritikan Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan koalisi masyarakat terhadap panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) diduga berkaitan dengan dukungan terhadap calon tertentu. WP KPK disinyalir takut calon dari unsur Polri atau kejaksaan lolos jadi pimpinan jilid V.
“Jadi masih banyak yang didukung WP KPK, hanya memang harus diakui WP sangat tidak nyaman dengan capim yang berasal dari Kepolisian,” kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2019.
Sebanyak 20 kandidat dinyatakan lolos tes
profile asessment, dua di antaranya merupakan calon dari internal KPK yakni Alexander Marwata dan Sujanarko. WP KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil disebut-sebut menjagokan capim internal KPK Sujanarko dan akademisi yang juga pendiri Malang Corruption Watch Luthfi Jayadi Kurniawan.
Sedangkan, calon dari internal KPK lain dinyatakan gugur pada tahap tes sebelumnya. Mereka adalah Basaria Pandjaitan, Mohammad Tsani Annafari, Pahala Nainggolan, La Ode M Syarif, Chandra Sulistio Reksoprodjo, Dedi Haryadi, dan Giri Suprapdiono.
Boyamin menyebut kritikan terhadap pansel KPK tak lepas dari gagalnya nama-nama calon internal KPK tersebut. Terlebih, KPK santer diterpa isu perpecahan internal yang disebut melibatkan kelompok 'Polisi Taliban dan Polisi India'.
“Pasti sangat berkorelasi dengan seleksi. Karena WP sangat khawatir capim yang dihasilkan akan makin memperburuk keadaan,” kata Boyamin.
Boyamin juga menilai WP KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil khawatir jika dua jagoannya tak masuk 10 besar. “Kalau sekarang istilahnya khawatir calon tersisa akan tidak masuk 10 besar,” ujar dia.
Boyamin menduga masih ada calon di luar internal KPK yang jadi jagoan WP KPK dan koalisi masyarakat. Mereka yakni Supardi dan hakim Nawawi Pomalonga.
“Supardi meskipun Jaksa tetap dapat dukungan WP karena pernah bertugas di KPK yang dinilai cukup baik dan kredibel,” pungkasnya.
Koalisi Masyarakat Kawal Capim KPK yang merupakan gabungan sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, serta Perkumpulan untuk Pemilu, dan Demokrasi (Perludem), sebelumnya mengkritisi kinerja pansel.
WP KPK belakangan juga kerap melayangkan kritik tajam terhadap pansel. Kinerja pansel dianggap menyisakan berbagai persoalan serius. Mulai tindakan atau pernyataan panitia seleksi hingga calon-calon yang tersisa saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)