medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo menolak permohonan Presiden Filipina Benigno Aquino III untuk memberi pengampunan kepada terpidana mati kasus narkotika asal Filipina, Mary Jane.
Menkopolhukam Tedjo Edy Purdijatno mengatakan, Mary Jane hanya beralibi sebagai kurir narkoba agar diberi ampun.
"Masalah dia tidak terlibat sudah diberitakan sekian tahun lalu. Kenapa saat mau dieksekusi dia baru mengatakan itu," kata Tedjo di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Senada dengan Tedjo, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, pemerintah Indonesia tidak gentar menghadapi tekanan dari negara yang meminta eksekusi mati dibatalkan. Presiden tidak akan mengubah sikap soal pelaksanaan hukuman mati.
"Tidak akan mengubah apapun. Presiden bilang laksanakan sesuai aturan. Jangan desak kami untuk membatalkan atau menunda. Karena terlihat lemah," ujarnya.
Bahkan, Jokowi sudah siap jika asing memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia. "Silahkan saja, saya sudah komunikasi dengan Menlu. Rasanya bukan masalah besar," imbuh Prasetyo.
Saat ditanya waktu eksekusi mati jilid dua, Prasetyo bungkam. Menurutnya, publikasi waktu eksekusi akan mengganggu kerja tim eksekutor di lapangan. "Saya belum mau publish karena ini berkaitan dengan strategi. Ini berkaitan dengan tugas anak-anak (tim eksekutor) kita di lapangan," pungkas dia.
Sekedar diketahui, dalam waktu dekat Kejaksaan Agung akan mengeksekusi sembilan terpidana, yakni duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia). Selain itu, Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo menolak permohonan Presiden Filipina Benigno Aquino III untuk memberi pengampunan kepada terpidana mati kasus narkotika asal Filipina, Mary Jane.
Menkopolhukam Tedjo Edy Purdijatno mengatakan, Mary Jane hanya beralibi sebagai kurir narkoba agar diberi ampun.
"Masalah dia tidak terlibat sudah diberitakan sekian tahun lalu. Kenapa saat mau dieksekusi dia baru mengatakan itu," kata Tedjo di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Senada dengan Tedjo, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, pemerintah Indonesia tidak gentar menghadapi tekanan dari negara yang meminta eksekusi mati dibatalkan. Presiden tidak akan mengubah sikap soal pelaksanaan hukuman mati.
"Tidak akan mengubah apapun. Presiden bilang laksanakan sesuai aturan. Jangan desak kami untuk membatalkan atau menunda. Karena terlihat lemah," ujarnya.
Bahkan, Jokowi sudah siap jika asing memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia. "Silahkan saja, saya sudah komunikasi dengan Menlu. Rasanya bukan masalah besar," imbuh Prasetyo.
Saat ditanya waktu eksekusi mati jilid dua, Prasetyo bungkam. Menurutnya, publikasi waktu eksekusi akan mengganggu kerja tim eksekutor di lapangan. "Saya belum mau publish karena ini berkaitan dengan strategi. Ini berkaitan dengan tugas anak-anak (tim eksekutor) kita di lapangan," pungkas dia.
Sekedar diketahui, dalam waktu dekat Kejaksaan Agung akan mengeksekusi sembilan terpidana, yakni duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia). Selain itu, Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)