Jakarta: Kasus dugaan korupsi perizinan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) menjadi sorotan, terutama setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka kembali penyelidikan dengan memeriksa sejumlah nama.
Kasus dugaan korupsi perizinan ekspor CPO yang kembali mengemuka ini mendapat tanggapan dari Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Profesor Dr I Gde Pantja Astawa SH, MH. Kasus ini dinilai tak lepas dari inkonsistensi kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) yang pada saat itu masih dijabat Muhammad Lutfi.
"Ini sebenarnya sudah lama ada hasil keputusan sidang untuk kasus ini. Kasus ini menyeret lima terdakwa. Jadi inti persoalan ini terkait dengan berubah-ubahnya kebijakan dari Menteri Perdagangan dalam bentuk Peraturan Mendag," ujar Gde Pantja Astawa, saat dihubungi Medcom.id di Jakarta, pada Rabu, 2 Agustus 2023.
Dia menilai banyaknya perubahan kebijakan dari Mendag Lutfi membuat para pengusaha kebingungan. Bahkan, tak sedikit yang mengalami kerugian imbas dari perubahan kebijakan tersebut.
"Sekarang dia mengeluarkan peraturan menteri yang melarang ekspor CPO. Tidak lama kemudian, tidak sampai sebulan, peraturannya diubah lagi. Dan balik lagi, peraturan sebelumnya dikeluarkan lagi. Jadi pengusaha yang bergerak di migor (minyak goreng) ini yang merupakan bagian dari unsur CPO, mereka bingung. Tidak ada satu kepastian dari pemerintah," katanya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor CPO pada Juni 2023. Ada lima terdakwa yang ditetapkan, yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris WNI, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT VAL, Stanley MA, dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT MM, Pierre Togar Sitanggang.
Setelah menetapkan kelima terdakwa tersebut, Kejagung kembali membuka kasus ini dengan memeriksa sejumlah nama. Sejauh ini, Kejagung memanggil dua nama. Kedua nama itu, yakni mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Menurut Gde Pantja Astawa, pemanggilan Kejagung terhadap Airlangga bukan hal yang mengejutkan. Bahkan, ia menilai Airlangga belum tentu terlibat dalam kasus ini meskipun dipanggil.
"Bukan berarti lantas Pak Airlangga terlibat. Belum tentu. Mungkin dari pihak Kejagung mencoba mengorek sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa terjadi perubahan kebijakan di Menteri Perdagangan yang korbannya Pak Lutfi dicabut jabatannya," katanya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id