Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Trik Khusus Polri Selesaikan Kasus Melibatkan Perempuan

Lukman Diah Sari • 24 Oktober 2017 08:12
medcom.id, Jakarta: Kapolri Jenderal Tito Karnavian bakal menerapkan prosedur khusus dalam menangani persoalan hukum yang menyangkut perempuan dan anak. Prosedur khusus ini akan diberlakukan di seluruh tingkatan korps bhayangkara.
 
“Saya akan mengeluarkan TR (telegram) yang berisikan perintah dan arahan untuk seluruh wilayah agar lebih concern dalam penanganan masalah perempuan dan anak,” kata Tito di Rumah Dinas Kapolri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 23 Oktober 2017.
 
Tito menegaskan jika ia sangat peduli terhadap korban pemerkosaan. Untuk itu, dia akan mendorong pembentukan unit Pelayanan Perempuan dan Anak dengan format baru.

“Unit PPA namanya, ini kita lakukan di tingkat mabes polri-polda-polres. Bahkan pada 2014 direkrut 7 ribu polwan hanya untuk mengisi unit PPA di polsek-polsek,” kata Tito.
 
Perihal anggaran, menurutnya, Polri memiliki anggaran untuk memberikan pelatihan-pelatihan ke polwan. Dia mengatakan bakal segera membuat arahan untuk segera membuat pelatihan tersebut.
 
“Saya selaku Kapolri sangat peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak. Polri memiliki polwan-polwan terlatih untuk itu. Tapi, ini tidak cukup. Kita akan terus meningkatkan (kepedulian) karena Indonesia negara yang besar dan didominasi perempuan,” kata dia.
 
Klarifikasi berita
 
Di kesempatan yang sama, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengklarifikasi wawancaranya di salah satu media daring. Di dalam wawancara itu, pernyataan Tito seolah-olah tak mengindahkan martabat korban pemerkosaan.
 
Klarifikasi menghadirkan 18 organisasi aktivis pemerhati perempuan. "Pertemuan ini untuk mengklarifikasi adanya berita di media sosial dan juga di media online yang dibuat oleh salah satu media tentang pernyataan saya," kata Tito.
 
Kapolri menjelaskan bahwa wawancara yang ia lakukan dengan media tersebut berlangsung dalam durasi yang cukup lama dan membicarakan banyak topik.
 
"Hampir satu jam dan topiknya sebenarnya bukan topik mengenai masalah kekerasan atau perkosaan. Bukan. Intinya tentang masalah terorisme, masalah konflik di Marawi, deradikalisasi, kemudian beberapa
kemajuan tentang kepolisian dan ada beberapa isu-isu lainnya," paparnya.
 
Selain itu, dalam wawancara tersebut, salah satu topik yang dibahas adalah mengenai peristiwa penggerebekan beberapa waktu lalu di sebuah tempat hiburan yang melayani para pria homoseksual.
 
Menurut Tito, pewawancara pada saat itu menanyakan tentang tindakan yang dilakukan penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap pelaku yang kadangkala melanggar hak privasi dari orang tersebut.
 
"Pertanyaan-pertanyaan privasi itu bisa saja ditanyakan sepanjang itu berhubungan dengan kasusnya untuk mengungkap motif, untuk memenuhi alat-alat bukti dan lain-lain," katanya.
 
Ia menambahkan, dalam kasus perkosaan, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh penyidik akan digunakan untuk mencari adanya unsur pemaksaan dalam kejadian tersebut.
 
Pertanyaan yang bersifat privasi ini menurutnya penting untuk digali karena baik tersangka ataupun korban kadangkala tidak mau menjelaskan kejadian sebenarnya.
 
"Kalau kami enggak tanya justru tersangkanya tadi bisa lolos. Misalnya tersangka mengatakan 'pak itu juga suka, karena dia pacar saya, blablabla'. Bisa saja orang pacaran mungkin suka tapi kesekian kali dia nggak suka, dipaksa. Itu bisa masuk klasifikasi pemerkosaan juga sebetulnya. Nah ini kalau enggak pintar-pintar polisinya dan tidak berusaha membuktikan unsur itu, tersangkanya bisa lepas," katanya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan