Ketua MK Arief Hidayat didampingi hakim MK Wahidudin Adams dan I Dewa Gede Palguna memimpin sidang perdana pengujian UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 20 ayat 3 tentang Pengadilan HAM di Gedung MK Kamis (25/6/2015) -- ANT/Wahyu Putro
Ketua MK Arief Hidayat didampingi hakim MK Wahidudin Adams dan I Dewa Gede Palguna memimpin sidang perdana pengujian UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 20 ayat 3 tentang Pengadilan HAM di Gedung MK Kamis (25/6/2015) -- ANT/Wahyu Putro

MK Tolak Uji Materi UU Pengadilan HAM

Wanda Indana • 23 Agustus 2016 12:29
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang pengujian Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap UUD 1945. Sidang beragendakan pengucapan putusan.
 
Dalam amar putusannya, MK menolak permohonan dari pemohon. Menurut majelis hakim, tidak ada kesalahan penafsiran Pasal 20 ayat 3 UU Pengadilan HAM.
 
Pengajuan materi pemohon merupakan pengaduan konstitusional (constitutional complaint), bukan pengujian undang-undang. Itu di luar kewenangan MK.

"Memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Arif Hidayat di Ruang Sidang Pleno MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (23/8/2016).
 
Uji materi diajukan Paian Siahaan dan Ruyati Darwin, keluarga korban kerusuhan Mei 1998, dan perwakilan KontraS selaku kuasa hukum. Permohonan terkait ketidakjelasan penafsiran Pasal 20 ayat 3 UU Pengadilan HAM, sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum atas peristiwa dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.
 
Sejak 2002, Komnas HAM sudah menyerahkan tujuh berkas perkara penyelidikan pelanggaran HAM pada peristiwa Semanggi ke Kejaksaan Agung. Namun, Kejagung belum menindaklanjuti dengan alasan berkas penyelidikan belum cukup berdasarkan Pasal 20 ayat 3 UU Pengadilan HAM.
 
MK Tolak Uji Materi UU Pengadilan HAM
Ruyati Darwin, ibunda Eten Karyana (korban peristiwa Mei 1998 ) usai mengikuti sidang perdana pengujian UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 20 ayat 3 tentang Pengadilan HAM di Gedung MK, Kamis (25/6/2015) -- ANT/Wahyu Putro
 
Selain itu, Pasal 20 ayat 3 UU Pengadilan HAM menimbulkan masalah ketika terjadi perbedaan pendapat antara penyidik Komnas HAM dan penyidik Kejagug terkait dugaan adanya pelanggaan HAM berat. Karena itu, pemohon menilai, implementasi Pasal 20 ayat 3 UU HAM justru menghambat pengungkapan kasus pelanggaran HAM.
 
"Agar lembaga pembuat undang-undang untuk menyempurnakan undang-undang yang dibuat," ujar hakim I Dewa Gede Palguna menanggapi dalil pemohon.
 
Sebelumnya, pada persidangan ke empat, Selasa, 25 Agustus 2015, pemohon menghadirkan saksi dari korban dugaan pelanggaran HAM peristiwa Semanggi I. Saksi yang dihadirkan, yakni Asih Widodo, ayah dari Sigit Prasetyo yang tertembak dalam tragedi Semanggi.
 
Dalam keterangannya, Widodo mengaku perjuangannya untuk memidanakan penembak putranya sudah hampir 16 tahun. Selama itu pula, berkas perkara Sigit hanya mondar mandir di Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
 
Widodo juga sudah berkali-kali mengadukan perkara yang tak kunjung selesai tersebut ke DPR dan Istana Negara sejak tiga tahun lalu. Namun, kata Widodo, tetap tidak ada tanggapan dari dua institusi itu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan