medcom.id, Jakarta: Ketua Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bengkulu Encep Yuliadi selesai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, dia enggan bicara soal kasus dugaan suap sehubungan perkara tipikor penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011.
Encep keluar dari KPK sekitar 19.50 WIB setelah diperiksa hampir 11 jam. Tapi, pria yang mengenakan kemeja batik itu enggan meladeni pertanyaan wartawan.
Ketika dicecar soal duit Rp1 miliar yang diduga terima hakim di PN Tipikor Bengkulu, dia hanya menghindar. Dia enggan banyak bicara mengenai perkara itu.
"Tanya penyidik," kata Encep ketika keluar Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (2/6/2016).
Sementara, mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M. Yunus Bengkulu Syafri Syafii baru membuka mulut mengenai biaya komitmen untuk pengamanan perkaranya di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Dia membenarkan adanya biaya komitmen sebesar Rp 1 miliar.
"Itu permintaan hakim," ujar Syafri di KPK.
Sementara, KPK baru saja membongkar kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Kasus itu terungkap pada operasi tangkap tangan Senin 23 Mei.
Dari pihak pengadil, KPK menangkap Kepala PN Kepahiang Janner Purba, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton, dan Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin. Sementara dari terdakwa, Lembaga Antikorupsi mencokok mantan Kabag Keuangan RS M. Yunus Safri Safei, dan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M. Yunus Edi Santoni.
Janner Purba yang jadi salah satu hakim diduga menerima fulus Rp650 juta. Rp150 juta diterima dari Safri pada Senin kemarin sewaktu OTT sedangkan Rp500 dari Edi diserahkan pada 17 Mei dan disimpan di lemari di Ruang Kerja Kepala PN Kepahiang.
Suap diduga bertujuan agar pengadilan mau menjatuhkan vonis bebas Safri dan Edi yang duduk di kursi pesakitan. Sidang pembacaan putusan pun sejatinya digelar 24 Mei namun mereka keburu diciduk Lembaga Antikorupsi.
medcom.id, Jakarta: Ketua Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bengkulu Encep Yuliadi selesai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, dia enggan bicara soal kasus dugaan suap sehubungan perkara tipikor penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011.
Encep keluar dari KPK sekitar 19.50 WIB setelah diperiksa hampir 11 jam. Tapi, pria yang mengenakan kemeja batik itu enggan meladeni pertanyaan wartawan.
Ketika dicecar soal duit Rp1 miliar yang diduga terima hakim di PN Tipikor Bengkulu, dia hanya menghindar. Dia enggan banyak bicara mengenai perkara itu.
"Tanya penyidik," kata Encep ketika keluar Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (2/6/2016).
Sementara, mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M. Yunus Bengkulu Syafri Syafii baru membuka mulut mengenai biaya komitmen untuk pengamanan perkaranya di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Dia membenarkan adanya biaya komitmen sebesar Rp 1 miliar.
"Itu permintaan hakim," ujar Syafri di KPK.
Sementara, KPK baru saja membongkar kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Kasus itu terungkap pada operasi tangkap tangan Senin 23 Mei.
Dari pihak pengadil, KPK menangkap Kepala PN Kepahiang Janner Purba, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton, dan Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin. Sementara dari terdakwa, Lembaga Antikorupsi mencokok mantan Kabag Keuangan RS M. Yunus Safri Safei, dan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M. Yunus Edi Santoni.
Janner Purba yang jadi salah satu hakim diduga menerima fulus Rp650 juta. Rp150 juta diterima dari Safri pada Senin kemarin sewaktu OTT sedangkan Rp500 dari Edi diserahkan pada 17 Mei dan disimpan di lemari di Ruang Kerja Kepala PN Kepahiang.
Suap diduga bertujuan agar pengadilan mau menjatuhkan vonis bebas Safri dan Edi yang duduk di kursi pesakitan. Sidang pembacaan putusan pun sejatinya digelar 24 Mei namun mereka keburu diciduk Lembaga Antikorupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)