Juru bicara KPK Febri Diansyah. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Juru bicara KPK Febri Diansyah. Foto: Antara/Sigid Kurniawan

KPK Gagal Minta Keterangan Sjamsul Nursalim

Surya Perkasa • 26 Agustus 2017 01:21
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lagi-lagi tak berhasil meminta keterangan dari obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nusalim. Bos dari PT Gajah Tunggal Tbk kembali mangkir walau surat panggilan telah dilayangkan.
 
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut tidak hanya Sjamsul yang tak hadir. Istri Sjamsul, Itjih Nursalim juga tak hadir. Keduanya telah dua kali mangkir setelah sempat dipanggil pada Mei 2017 lalu.
 
"Surat panggilan sudah disampaikan ke kediaman yang bersangkutan di Singapura. Namun, dua saksi tersebut tidak datang," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat 25 Agustus 2017.
 
Keduanya lagi-lagi tak hadir saat akan dimintai keterangan untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Syafruddin ditersangkakan karena menerbitkan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas BI untuk BDNI yang dinilai telah merugikan negara Rp3,7 triliun.
 
Penyidik KPK telah berkoordinasi dengan lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Mengingat pasangan suami istri itu sudah puluhan tahun menetap di Singapura.
 
"Kami berkoordinasi dan meminta bantuan otoritas setempat," pungkasnya.
 
Dalam kasus ini, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temenggung telah ditetapkan sebagai tersangka. Syafruddin diduga berkongkalikong serta menerbitkan SKL BLBI untuk pemegang saham BDNI Sjamsul Nursalim.
 
BDNI salah satu bank yang sempat terganggu likuiditasnya. BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp27,4 triliun dan mendapat SKL pada April 2004.
 
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI lewat rekstruturisasi aset sebesar Rp4,8 triliun dari PT Dipasena yang juga dipimpin oleh Artalyta Suryani dan suami. Artalyta juga diketahui sebagai orang dekat Sjamsul.
 
Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp1,1 triliun dari pitung ke petani tambak PT Dipasena. Senilai Rp3,7 triliun utang tidak dibahas dalam proses resutrukturisasi. Sehingga ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih.
 
Kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI ini dinilai telah merugikan negara sebesar Rp3,7 triliun.
 
Syafruddin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan