Konfrensi pers keadilan untuk perempuan buruh migran dan keluarganya--Foto: Metrotvnews.com/Ilham Wibowo
Konfrensi pers keadilan untuk perempuan buruh migran dan keluarganya--Foto: Metrotvnews.com/Ilham Wibowo

Dua Keluarga Buruh Migran Ini Menuntut Keadilan

Ilham wibowo • 17 Maret 2016 16:08
medcom.id, Jakarta: Keluarga buruh migran di Tanah Air berharap mendapatkan keadilan. Pemerintah Indonesia diharapkan bertindak untuk membantu keluarga mendapatkan keadilan.
 
Tuntutan itu disuarakan oleh Sumi, orangtua buruh migran bernama Warnah. Buruh migran asal Karawang, Jawa Barat, ini pernah mendapatkan ancaman hukuman mati dari Pemerintah Arab Saudi pada 2011. Warnah mengalami kriminalisasi dengan tuduhan sihir yang menyebabkan anak majikan jatuh sakit.
 
Belakangan terbukti Warnah dipaksa mengaku lantaran diintimidasi menggunakan senjata tajam. Majikan kemudian melaporkan Warnah ke petugas kepolisian.

Tak sampai di situ, penderitaan Warnah berlanjut saat proses pemeriksaan polisi. Ia mengalami penyiksaan dan kembali dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukan.
 
Melalui Kementerian Luar Negeri RI dan Satgas Hukuman Mati TKI, akhirnya Warnah terlepas dari hukuman mati. Namun ia tetap harus menghadapi hukuman 10 tahun penjara dengan hukum cambuk sebanyak 1000 kali.
 
Sumi dan keluarga besar Warnah di Karawang mendesak pemerintah Indonesia turun tangan agar Warnah mendapat pengurangan masa hukuman. Selain itu Warnah segera dipulangkan mengingat tuduhan yang dituduhkan tidak terbukti di persidangan.
 
"Saya minta tolong pemerintah, saya minta tolong Presiden supaya anak saya cepat dipulangkan dan dibebaskan," kata Sumi dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/2016).
 
Penderitaan serupa dialami Amin. Kematian adiknya, Nani Suryani, pada 2010 tidak berbuah keadilan pada korban dan keluarga. Nani meninggal dibunuh majikan.
 
Hampir lima tahun, jelas Amin, pihak keluarga menuntut keadilan melalui proses persidangan di Arab Saudi. Majikan yang membunuh Nani justru lepas dari jerat hukuman.
 
Berdasarkan informasi dari Kementerian Luar Nehru, Desember 2015, Mahkamah Arab Saudi telah memutus bebas pelaku. Karena pelaku terbukti memiliki penyakit kejiwaan atau gila. Majikan pun terbebas dari kewajiban pembayaran uang diyat, salah satu tuntutan keluarga Nani.
 
Amin menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia melalui Kemenlu dan perwakilannya yang tidak cepat tanggap mengambil langkah banding. Amin mengatakan, keluarganya sudah mencoba merelakan kepergian Nani. Namun, keadilan dan pemenuhan hak Nani sebagai perempuan buruh migran belum terpenuhi sampai saat ini.
 
"Saudara kami ini sudah dibunuh lima tahun yang lalu, hak untuk keluarga masih menggantung. Katanya jika dibunuh di Saudi itu ada uang diyat. Saudara kami disalurkan melalui jalur resmi. Sedih bagi kami manakala respon pemerintah minim dan hingga saat ini belum membuahkan hasil," kata Amin.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan