Ilustrasi--MI/Atet Dwi Pramadia
Ilustrasi--MI/Atet Dwi Pramadia

Sepenggal Kisah Perjalanan 10 Capim KPK saat Uji Kelayakan & Kepatutan

M Rodhi Aulia • 17 Desember 2015 14:01
medcom.id, Jakarta: Sebanyak 10 orang calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sudah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. 10 orang tersebut diuji kemampuan, dan komitmen mereka dalam memberantas korupsi.
 
Ada dua capim KPK yang hanya diuji tidak lebih dari setengah jam. Mereka adalah Roby Arya Brata dan Busyro Muqoddas. Pasalnya, mereka sudah mengikuti kegiatan serupa pada tahun 2014. Dan kembali dipanggil untuk memberikan kesempatan kepada Anggota Komisi III mengklarifikasi perkembangan dua orang capim dalam satu tahun terakhir.
 
"Istilah hukumnya, klarifikasi atas temuan novum atau bukti baru," kata Wakil Ketua Komisi III Benny Kabur Harman dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III, Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Desember 2015.

Capim KPK Robby dalam kesempatan uji kelayakan dan kepatutan, Selasa, 15 Desember kembali menegaskan, dirinya ingin mengedepankan pencegahan dibandingkan penindakan. Pencegahan itu dimulai dari pembenahan sistem dan regulasi yang ada.
 
Jika tidak, pemberantasan korupsi hanya sekadar jargon semata. Begitupun dengan sistem penyadapan, Roby berharap KPK tidak asal sadap, tanpa mendapatkan persetujuan pengadilan dan berdasarkan arahan dewan pengawas KPK.
 
Sementara, Capim Busyro Muqoddas, dalam kesempatan uji kelayakan dan kepatutan, Rabu, 16 Desember 2015 tidak banyak mengungkapkan komitmen. Busyro hanya berharap capim yang terpilih dapat amanah menjalankan tugas-tugasnya.
 
Hasil Muktamar Muhammadiyah 2015 di Makassar lalu, Busyro terpilih sebagai salah satu jajaran pengurus PP Muhammadiyah. Jika kelak terpilih sebagai pimpinan KPK, Busyro tidak menjawab tegas akan mundur dari PP Muhammadiyah. Busyro meminta waktu untuk berdiskusi dengan koleganya di PP Muhammadiyah.
 
Sementara delapan orang capim KPK lainnya diuji dan dicecar komitmennya selama dua jam. Capim KPK Sudjanarko mengedepankan pemberantasan korupsi di korporasi. Sudjanarko tidak ingin hanya menindak orang di korporasi tersebut, akan tetapi korporasinya juga harus ditindak. Sudjanarko juga ingin hukuman gratifikasi lebih rendah daripada suap.
 
Ia beralasan, selama ini gratifikasi yang mendapatkan hukuman lebih besar. Padahal gratifikasi, niat jahatnya, hanya ada pada pemberi bukan penerima. Berbeda halnya dengan suap. Niat jahat, sama-sama terbangun di antara kedua belah pihak.
 
Sudjanarko setuju dengan pemberian SP3 atau surat perintah pemberhentian penyidikan di KPK. Terutama kepada mereka yang secara manusiawi tidak dimungkinkan lagi untuk dimintai keterangan.
 
Capim KPK lainnya yaitu, Alexander Marwata mengkritik hasil penyidikan KPK kerap tak sinkron dengan surat dakwaan yang diajukan di persidangan Tipikor. Alhasil, hakim ad hoc Tipikor ini, kerap membuat dissenting opinion dalam sejumlah putusannya.
 
Marwata juga tidak setuju, seseorang dijadikan tersangka korupsi, hanya karena kelalaian semata dan dalam waktu bersamaan tidak ada uang satu sen pun yang diambil. Marwata berharap KPK dapat lebih teliti dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
 
Capim KPK Johan Budi menegaskan, dirinya ingin pencegahan dan penindakan dapat berjalan simultan. Ia tidak ingin dua hal itu lebih dominan satu sama lain. Karena dengan itu, pemberantasan korupsi dapat dilakukan.
 
Di samping itu, Johan juga ingin menjalin komunikasi dengan kejaksaan dan kepolisian. Hal itu untuk mengurangi ketegangan yang tidak perlu antarpenegak hukum dalam memberantas korupsi.
 
Capim KPK lainnya yaitu, Saut Situmorang berani blak-blakan dengan menolak pengusutan kasus masa lalu seperti Bank Century dan BLBI. Menurut Saut, pengusutan itu percuma dilakukan dan hanya buang-buang waktu. Ia ingin penindakan dan pengusutan kasus yang terjadi di masa yang akan datang.
 
Kemudian Capim KPK Surya Tjandra meminta KPK tidak alergi dengan politik. Karena bagi dia, penegakan hukum tidak akan bisa berjalan sendiri tanpa adanya dukungan politik yang kuat.
 
Sementara, Capim KPK Basaria Pandjaitan mengungkapkan, dirinya ingin ada hukuman mati untuk para koruptor. Hal itu sudah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang nomor 30 tahun 2002. Hukuman maksimal itu diharapkan agar semua orang yang berniat korupsi, berpikir dua kali.
 
Capim KPK lainnya, Agus Rahardjo mengaku, pihaknya ingin menerapkan sistem elektronik di semua sektor. Terutama dalam transaksi yang rawan tindak pidana korupsi. Agus juga berharap KPK dapat melanggengkan penindakan berupa operasi tangkap tangan.
 
Kemudian Capim KPK Laode Muhamad Syarif mengaku rela menjadi musuh rakyat. Artinya, ia tidak ingin mengakomodir desakan publik untuk menangkap seseorang, padahal alat bukti tidak memenuhi syarat hukum yang diatur.
 
Anggota Komisi III Arsul Sani menambahkan, pihaknya akan memilih lima dari 10 orang capim ini. "Nanti malam akan kita putuskan capim terpilih dan ketuanya. Kita akan mulai setelah rapat paripurna hari ini," kata Arsul kepada Metrotvnews.com, Kamis (17/12/2015).
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan