medcom.id, Jakarta: Kuasa Hukum Komjen Budi Gunawan, Maqdir Ismail menyinggung Pasal 32 Ayat 2 UU KPK yang menyebut Pimpinan KPK apabila berstatus tersangka harus diberhentikan sementara untuk proses penyidikan.
Ia mengatakan, berdasarkan norma, seharusnya pimpinan KPK yang berstatus tersangka harus mundur dari jabatannya.
Namun, pernyataan Maqdir tersebut ditentang oleh Ahli Hukum Administrasi Negara, I Gede Pantja Astawa. Ia mengingatkan kepada tim kuasa hukum untuk berhati-hati dalam penyebutan norma.
Pantja Astawa memaparkan pendapatnya saat menjadi ahli dalam persidangan praperadilan Budi Gunawan.
"Tidak begitu. Harus hati-hati membaca norma. Sepanjang yang saya tahu, mengundurkan diri dengan diberhentikan itu beda ayat. Kalau mengundurkan diri itu datang dari niat pribadi, diberhentikan beda lagi," ujar Panjta dalam persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015).
Menurutnya, frasa diberhentikan tersebut hanya bisa dilakukan oleh presiden. Berkaitan dengan norma, agar kasus memiliki kepastian hukum maka norma yang digunakan adalah diberhentikan sementara, bukan mengundurkan diri.
Persoalan belum diberhentikannya pimpinan KPK menurut Gede tentu membawa konsekuensi terhadap institusi. Pemberhentian sementara dikatakan Pantja hanya sebagai upaya agar pimpinan KPK tidak menggunakan kewenangannya dalam penyidikan kasus.
"Dia sah komisioner karena diangkat. Agar tidak menggunakan kewenangannya, dia diberhentikan. Persoalannya, kenapa dia belum diberhentikan? Tanya lah ke presiden," ujarnya disambut tawa pengunjung sidang.
medcom.id, Jakarta: Kuasa Hukum Komjen Budi Gunawan, Maqdir Ismail menyinggung Pasal 32 Ayat 2 UU KPK yang menyebut Pimpinan KPK apabila berstatus tersangka harus diberhentikan sementara untuk proses penyidikan.
Ia mengatakan, berdasarkan norma, seharusnya pimpinan KPK yang berstatus tersangka harus mundur dari jabatannya.
Namun, pernyataan Maqdir tersebut ditentang oleh Ahli Hukum Administrasi Negara, I Gede Pantja Astawa. Ia mengingatkan kepada tim kuasa hukum untuk berhati-hati dalam penyebutan norma.
Pantja Astawa memaparkan pendapatnya saat menjadi ahli dalam persidangan praperadilan Budi Gunawan.
"Tidak begitu. Harus hati-hati membaca norma. Sepanjang yang saya tahu, mengundurkan diri dengan diberhentikan itu beda ayat. Kalau mengundurkan diri itu datang dari niat pribadi, diberhentikan beda lagi," ujar Panjta dalam persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015).
Menurutnya, frasa diberhentikan tersebut hanya bisa dilakukan oleh presiden. Berkaitan dengan norma, agar kasus memiliki kepastian hukum maka norma yang digunakan adalah diberhentikan sementara, bukan mengundurkan diri.
Persoalan belum diberhentikannya pimpinan KPK menurut Gede tentu membawa konsekuensi terhadap institusi. Pemberhentian sementara dikatakan Pantja hanya sebagai upaya agar pimpinan KPK tidak menggunakan kewenangannya dalam penyidikan kasus.
"Dia sah komisioner karena diangkat. Agar tidak menggunakan kewenangannya, dia diberhentikan. Persoalannya, kenapa dia belum diberhentikan? Tanya lah ke presiden," ujarnya disambut tawa pengunjung sidang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)