Jakarta: Penegakan hukuman mati dinilai bertentangan dengan prinsip permasyarakatan. Yakni, pemulihan individu pelaku kejahatan agar dapat kembali bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesama.
“Ada kasus di mana yang menolak pidana mati justru adalah lembaga pemasyarakatan karena dianggap jerih payahnya (dalam merehabilitasi) menjadi sia-sia,” ujar perwakilan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Yosua Octavian, dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 Mei 2023.
Yosua menjelaskan publik juga berkeyakinan setiap individu memiliki hak untuk hidup, dan hukuman mati merupakan bentuk perlakuan merendahkan martabat manusia. Mereka menyoroti kemungkinan adanya eksekusi yang salah, di mana orang yang tidak bersalah dapat dieksekusi.
Menurut dia, jika masa percobaan diberlakukan dengan benar, hal ini memberi peluang rehabilitasi bagi para terpidana sesuai Pasal 100 UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP.
Pasal itu mengatur penjatuhan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun yang kemudian dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup jika terpidana bersikap terpuji. “Selama ini, para terpidana mati dalam deret tunggu di lembaga pemasyarakatan sebenarnya juga menjalankan rehabilitasi,” kata Yosua.
Pemerintah Tidak Konsisten
Dia pun menilai pemerintah tidak konsisten dalam penerapan hukuman mati. Sebab, pemerintah selama ini menolak hukuman mati kepada warga negara Indonesia yang bermasalah dengan hukum di negara yang menerapkan hukuman mati.
“Banyak upaya yang dilakukan Pemerintah untuk kepentingan WNI yang divonis pidana mati di luar negeri. Pemerintah perlu bersikap lebih konsisten," tegas Yosua.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta:
Penegakan hukuman mati dinilai bertentangan dengan prinsip permasyarakatan. Yakni, pemulihan individu pelaku kejahatan agar dapat kembali bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesama.
“Ada kasus di mana yang menolak pidana mati justru adalah
lembaga pemasyarakatan karena dianggap jerih payahnya (dalam merehabilitasi) menjadi sia-sia,” ujar perwakilan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Yosua Octavian, dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 Mei 2023.
Yosua menjelaskan publik juga berkeyakinan setiap individu memiliki hak untuk hidup, dan
hukuman mati merupakan bentuk perlakuan merendahkan martabat manusia. Mereka menyoroti kemungkinan adanya eksekusi yang salah, di mana orang yang tidak bersalah dapat dieksekusi.
Menurut dia, jika masa percobaan diberlakukan dengan benar, hal ini memberi peluang rehabilitasi bagi para terpidana sesuai Pasal 100 UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP.
Pasal itu mengatur penjatuhan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun yang kemudian dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup jika terpidana bersikap terpuji. “Selama ini, para terpidana mati dalam deret tunggu di lembaga pemasyarakatan sebenarnya juga menjalankan rehabilitasi,” kata Yosua.
Pemerintah Tidak Konsisten
Dia pun menilai pemerintah tidak konsisten dalam penerapan hukuman mati. Sebab, pemerintah selama ini menolak hukuman mati kepada warga negara Indonesia yang bermasalah dengan hukum di negara yang menerapkan hukuman mati.
“Banyak upaya yang dilakukan Pemerintah untuk kepentingan WNI yang divonis pidana mati di luar negeri. Pemerintah perlu bersikap lebih konsisten," tegas Yosua.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)