medcom.id, Jakarta: Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono dan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Aditya Anugrah Moha tertangkap tangan tengah melakukan transaksi suap pada Jumat, 6 Oktober 2017 malam. Keduanya tertangkap saat tengah bertransaksi di sebuah hotel di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarief menjelaskan, kronologis penangkapan keduanya bermula saat Sudiwardono bersama istrinya, Y, tiba di Jakarta dari Manado dan menuju hotel di Pecenongan. Sebelum pergi ke Jakarta, dia sempat izin ke wakil ketua Pengadilan Tinggi untuk pergi dinas ke Jakarta.
"Hotel (yang digunakan Sudiwardono dan istri) diduga dipesan oleh AAM (Aditya Anugrah Moha) atas nama orang lain," kata Laode di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu, 7 Oktober 2017.
Kemudian, pada Jumat 6 Oktober 2017, sekitar pukul 23.15 WIB setelah kembali dari acara makan malam bersama keluarga, Sudiwardono tiba di hotel tempat menginap. Beberapa saat setelah itu diindikasikan uang diserahkan Aditya ke Sudiwardono pintu darurat hotel.
Setelah penyerahan, tim KPK kemudian menangkap Aditya beserta ajudannya di lobi hotel. Saat tim KPK ke kamar hotel Sudiwardono, ditemukan SGS30 ribu dolar dalam amplop putih dan SGD23 ribu dolar dalam amplop cokelat.
"Uang dalam amplop cokelat diduga sisa pemberian sebelumnya," ujar dia.
Dalam proses tangkap tangan itu, tim KPK juga mengamankan SGD11 ribu dolar Singapura di mobil milik Aditya. Uang itu diduga bagian dari total commitment fee secara keseluruhan yang mencapai SGD100 ribu atau setara Rp1 miliar.
Kemudian, lima orang, Sudiwardono, istrinya, Aditya beserta supir dan ajudannya dibawa ke KPK untuk diperiksa. Namun, hanya Aditya dan Sudiwardono yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap.
Uang suap itu diduga berkaitan dengan putusan banding perkara Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa kabupaten Bolaang Mongondow terhadap ibunda Aditya, Marlina Moha Siahaan.
Marlina pernah menjabat sebagai Bupati Bolmong selama dua periode, sejak 2001 hingga 2011. Ia kemudian diketahui tersandung kasus korupsi dan diseret ke meja hijau dengan berkas perkara nomor 49/Pid.Sus-TPK/2016/PN Mnd.
Marlina kemudian divonis Pengadilan Negeri Manado dalam perkara penyalahgunaan dana Tim Panitia Penyusun Anggaran Daerah (TPPAD) Bolaang Mongondow Raya sebesar Rp1,2 miliar. Dia divonis pada Rabu, 19 Juli 2017.
Marlina divonis 5 tahun dan denda sejumlah Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Dia juga divonis untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,25 miliar subsider pidana penjara selama dua tahun.
Tak terima dengan putusan yang dibacakan Hakim Ketua Sugiyanto, Marlina mengajukan banding. Berkas banding Marlina masuk ke Pengadilan Tinggi Manado pada Senin, 24 Juli 2017.
Sebagai tersangka penerima suap, Sudiwardono disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Aditya sebagai pihak yang diduga pemberi suap disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
medcom.id, Jakarta: Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono dan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Aditya Anugrah Moha tertangkap tangan tengah melakukan transaksi suap pada Jumat, 6 Oktober 2017 malam. Keduanya tertangkap saat tengah bertransaksi di sebuah hotel di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarief menjelaskan, kronologis penangkapan keduanya bermula saat Sudiwardono bersama istrinya, Y, tiba di Jakarta dari Manado dan menuju hotel di Pecenongan. Sebelum pergi ke Jakarta, dia sempat izin ke wakil ketua Pengadilan Tinggi untuk pergi dinas ke Jakarta.
"Hotel (yang digunakan Sudiwardono dan istri) diduga dipesan oleh AAM (Aditya Anugrah Moha) atas nama orang lain," kata Laode di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu, 7 Oktober 2017.
Kemudian, pada Jumat 6 Oktober 2017, sekitar pukul 23.15 WIB setelah kembali dari acara makan malam bersama keluarga, Sudiwardono tiba di hotel tempat menginap. Beberapa saat setelah itu diindikasikan uang diserahkan Aditya ke Sudiwardono pintu darurat hotel.
Setelah penyerahan, tim KPK kemudian menangkap Aditya beserta ajudannya di lobi hotel. Saat tim KPK ke kamar hotel Sudiwardono, ditemukan SGS30 ribu dolar dalam amplop putih dan SGD23 ribu dolar dalam amplop cokelat.
"Uang dalam amplop cokelat diduga sisa pemberian sebelumnya," ujar dia.
Dalam proses tangkap tangan itu, tim KPK juga mengamankan SGD11 ribu dolar Singapura di mobil milik Aditya. Uang itu diduga bagian dari total commitment fee secara keseluruhan yang mencapai SGD100 ribu atau setara Rp1 miliar.
Kemudian, lima orang, Sudiwardono, istrinya, Aditya beserta supir dan ajudannya dibawa ke KPK untuk diperiksa. Namun, hanya Aditya dan Sudiwardono yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap.
Uang suap itu diduga berkaitan dengan putusan banding perkara Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa kabupaten Bolaang Mongondow terhadap ibunda Aditya, Marlina Moha Siahaan.
Marlina pernah menjabat sebagai Bupati Bolmong selama dua periode, sejak 2001 hingga 2011. Ia kemudian diketahui tersandung kasus korupsi dan diseret ke meja hijau dengan berkas perkara nomor 49/Pid.Sus-TPK/2016/PN Mnd.
Marlina kemudian divonis Pengadilan Negeri Manado dalam perkara penyalahgunaan dana Tim Panitia Penyusun Anggaran Daerah (TPPAD) Bolaang Mongondow Raya sebesar Rp1,2 miliar. Dia divonis pada Rabu, 19 Juli 2017.
Marlina divonis 5 tahun dan denda sejumlah Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Dia juga divonis untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,25 miliar subsider pidana penjara selama dua tahun.
Tak terima dengan putusan yang dibacakan Hakim Ketua Sugiyanto, Marlina mengajukan banding. Berkas banding Marlina masuk ke Pengadilan Tinggi Manado pada Senin, 24 Juli 2017.
Sebagai tersangka penerima suap, Sudiwardono disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Aditya sebagai pihak yang diduga pemberi suap disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)