medcom.id, Jakarta: Penangkapan Patrialis Akbar membuktikan bahwa hakim tinggi yang ditunjuk presiden bukan jaminan tak ada celah buruk. Karena itu, mekanisme perekrutan hakim konstitusi harus dirumuskan ulang.
"Rekrutmen harus terpadu. Selama ini, kita main sendiri-sendiri, presiden sendiri, MA sendiri, DPR sendiri. Seandainya terpadu, kita bisa mencontoh negara lain yang sukses merekrut hakim berintegritas," kata anggota Komisi III DPR Syaiful Bahri Ruray dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2017).
Syaiful menilai, rekrutmen hakim tinggi di Indonesia sering mengedepankan ego sektoral. Contohnya, saat pemilihan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi. Meski diawali tim seleksi, ujungnya presiden saat itu menunjuk langsung Patrialis sebagai hakim.
Menurut Syaiful, Indonesia bisa mencontoh Jepang atau Amerika Serikat yang merekrut hakim secara terbuka dan bertanggung jawab. Di Jepang, mahasiswa perguruan tinggi merekomendasikan sosok yang bisa menjadi jaksa dan hakim. Sedangkan rekrutmen hakim di Amerika lebih terbuka lagi.
Syaiful menjelaskan, rekrutmen hakim agung di Amerika Serikat melibatkan seluruh unsur masyarakat agar memberikan masukan atau komplain dan bisa disaksikan secara terbuka. Bahkan, konstitusi Amerika Serikat bisa memidanakan korporasi asing yang melakukan pelanggaran pidana dengan mudah.
"Konstitusi mereka menjamin itu. Nah, nilai-nilai Amerika ini bisa diterapkan Pemerintah (RI)," ujar Syaiful.
medcom.id, Jakarta: Penangkapan Patrialis Akbar membuktikan bahwa hakim tinggi yang ditunjuk presiden bukan jaminan tak ada celah buruk. Karena itu, mekanisme perekrutan hakim konstitusi harus dirumuskan ulang.
"Rekrutmen harus terpadu. Selama ini, kita main sendiri-sendiri, presiden sendiri, MA sendiri, DPR sendiri. Seandainya terpadu, kita bisa mencontoh negara lain yang sukses merekrut hakim berintegritas," kata anggota Komisi III DPR Syaiful Bahri Ruray dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2017).
Syaiful menilai, rekrutmen hakim tinggi di Indonesia sering mengedepankan ego sektoral. Contohnya, saat pemilihan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi. Meski diawali tim seleksi, ujungnya presiden saat itu menunjuk langsung Patrialis sebagai hakim.
Menurut Syaiful, Indonesia bisa mencontoh Jepang atau Amerika Serikat yang merekrut hakim secara terbuka dan bertanggung jawab. Di Jepang, mahasiswa perguruan tinggi merekomendasikan sosok yang bisa menjadi jaksa dan hakim. Sedangkan rekrutmen hakim di Amerika lebih terbuka lagi.
Syaiful menjelaskan, rekrutmen hakim agung di Amerika Serikat melibatkan seluruh unsur masyarakat agar memberikan masukan atau komplain dan bisa disaksikan secara terbuka. Bahkan, konstitusi Amerika Serikat bisa memidanakan korporasi asing yang melakukan pelanggaran pidana dengan mudah.
"Konstitusi mereka menjamin itu. Nah, nilai-nilai Amerika ini bisa diterapkan Pemerintah (RI)," ujar Syaiful.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(TRK)