medcom.id, Jakarta: Berondongan senjata yang dilakukan Brigadir K saat razia di Lubuklinggau, Sumatera Selatan disayangkan. Kejadian ini karena anggota polisi tak paham diskresi menggunakan senjata.
"Kemampuan diskresi ini kami anggap belum semua anggota memahami," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam Rapat Kerja dengan Komisi III di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa 23 Mei 2017.
Anggota polisi memiliki kewenangan diskresi dalam penggunaan senjata. Yakni, kewenangan menilai secara subjektif situasi yang dihadapi. "Banyak juga anggota yang belum memahami cara menggunakan kewenangan diskresi ini," ucapnya.
Baca: Kasus Salah Tembak Akibat Polisi Lalai Ikuti SOP
Tito mengatakan, kasus di Lubuk Linggau, itu adalah contoh penggunaan diskresi yang kurang tepat. Contoh kewenangan diskresi dengan baik misalnya saat Aiptu Sudaryanto menembak tangan penyandera perempuan dalam angkot di Jakarta Timur.
Sejumlah upaya dilakukan untuk meningkatkan diskresi. Yaitu melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan, menambah kurikulum tentang diskresi. Baik, di lembaga pendidikan maupun pada saat pelatihan setelah bertugas dalam satuan.
"Juga melatih kemampuan menembak untuk anggota termasuk ke depan kita akan melakukan pengadaan. Mohon dukungan dari Komisi III," kata Tito.
Rencananya bakal dibangun Firearms training system. Di sana bakal ada peralatan dalam gedung yang dibuat seperti gedung simulasi.
"Hampir seribu skenario peristiwa dan anggota dihadapkan pada skenario-skenario. Sehingga mereka terlatih ketika menghadapi situasi-situasi dalam skenario tersebut," beber Tito.
Pelatihan ini sudah banyak di luar negeri, Tapi di Indonesia belum. Pelatihan semacam ini penting supaya anggota makin mahir menggunakan kewenangan diskresinya.
"Karena kemampuan diskresi hanya bisa dikuasai melalui pelatihan tidak bisa dikuasai dengan teori," pungkas dia.
medcom.id, Jakarta: Berondongan senjata yang dilakukan Brigadir K saat razia di Lubuklinggau, Sumatera Selatan disayangkan. Kejadian ini karena anggota polisi tak paham diskresi menggunakan senjata.
"Kemampuan diskresi ini kami anggap belum semua anggota memahami," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam Rapat Kerja dengan Komisi III di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa 23 Mei 2017.
Anggota polisi memiliki kewenangan diskresi dalam penggunaan senjata. Yakni, kewenangan menilai secara subjektif situasi yang dihadapi. "Banyak juga anggota yang belum memahami cara menggunakan kewenangan diskresi ini," ucapnya.
Baca: Kasus Salah Tembak Akibat Polisi Lalai Ikuti SOP
Tito mengatakan, kasus di Lubuk Linggau, itu adalah contoh penggunaan diskresi yang kurang tepat. Contoh kewenangan diskresi dengan baik misalnya saat Aiptu Sudaryanto menembak tangan penyandera perempuan dalam angkot di Jakarta Timur.
Sejumlah upaya dilakukan untuk meningkatkan diskresi. Yaitu melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan, menambah kurikulum tentang diskresi. Baik, di lembaga pendidikan maupun pada saat pelatihan setelah bertugas dalam satuan.
"Juga melatih kemampuan menembak untuk anggota termasuk ke depan kita akan melakukan pengadaan. Mohon dukungan dari Komisi III," kata Tito.
Rencananya bakal dibangun Firearms training system. Di sana bakal ada peralatan dalam gedung yang dibuat seperti gedung simulasi.
"Hampir seribu skenario peristiwa dan anggota dihadapkan pada skenario-skenario. Sehingga mereka terlatih ketika menghadapi situasi-situasi dalam skenario tersebut," beber Tito.
Pelatihan ini sudah banyak di luar negeri, Tapi di Indonesia belum. Pelatihan semacam ini penting supaya anggota makin mahir menggunakan kewenangan diskresinya.
"Karena kemampuan diskresi hanya bisa dikuasai melalui pelatihan tidak bisa dikuasai dengan teori," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)