medcom.id, Jakarta: Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta badan publik non Pemerintah transparan dalam keterbukaan informasi kepada masyarakat. Hal itu didasari oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Komisioner Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi KIP Henny S Widyaningsih mengatakan, sejak lahirnya UU tersebut, KIP terlalu fokus pada badan publik Pemerintah. Sebab, KIP yakin badan publik non Pemerintah mampu mandiri.
"Non Pemerintah dianggap sudah akuntabilitas karena penuh kompetisi, sehingga kepercayaan jadi ukuran mereka, jadi harus ada transparansi," kata Henny dalam diskusi Keterbukaan Informasi Publik di Badan Publik Non Negara di Hotel Grand Cempaka, Jalan Letjen R. Suprapto, Jakarta Pusat, Selasa (26/4/2016).
KIP mencatat, dari 2.037 sengketa yang masuk, 5 persennya atau sekitar 50 sengketa diajukan kepada badan publik non Pemerintah. Kemudian, kebanyakan mereka belum mengetahui bahwa lembaganya berkewajiban untuk membuka data informasi.
Henny berharap tahun 2016 ini badan publik non Pemerintah bisa ikut melaporkan laporan kinerja dan keuangannya kepada masyarakat. KIP akan memulainya dengan melakukan sosialisasi.
"Kita upaya sosialisasi, ini baru pertama, kita akan melakukan lagi. Setelab sosialisasi beberapa kali, kita akan membuat peringkat, bikin panduannya, karena ada putusan (dari sidang sengketa)," ujar Henny.
Tidak ada sanksi bagi badan publik non Pemerintah yang tidak mau mengikuti peraturan. Tapi ketika sengketa yang diajukan pemohon disidangkan, mereka harus taat pada putusan pengadilan.
Henny menjelaskan, pemohon biasanya menuntut keterbukaan akan suatu informasi. Jika pengadilan memutuskan informasi tersebut harus dibuka ke publik, maka badan publik non pemerintah perlu melakukan hasil putusan itu.
"Putusan Komisi Informasi ada dua yang menyatakan itu informasi terbuka atau tertutup kalau terbuka wajib dibuka. Kalau tidak dilaksanakan bisa dinaikan ke PTUN atau PN. Kalau Pemerintah ke PN kemudian MA," ujar Henny.
"Ada sanksi (jika tidak melaksanakan putusan), satu tahun kurungan atau denda Rp5 juta untuk satu informasi yang tidak diberikan," ungkap Henny.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia sebagai salah satu badan publik non pemerintah yang hadir dalam diskusi tersebut, siap mengikuti aturan dari KIP. Wakil Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI, Ibnu Hamad mengatakan, MUI tinggal melengkapi aspek legalistasnya.
"Intinya harus siap, MUI kesiapannya dari infrastruktur sudah siap karena punya Komisi Informasi dan Komunikasi, hanya saja aspek legalitas harus diusulkan, karena di MUI belum ditunjuk ketua PPID (Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi)," kata Ibnu.
medcom.id, Jakarta: Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta badan publik non Pemerintah transparan dalam keterbukaan informasi kepada masyarakat. Hal itu didasari oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Komisioner Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi KIP Henny S Widyaningsih mengatakan, sejak lahirnya UU tersebut, KIP terlalu fokus pada badan publik Pemerintah. Sebab, KIP yakin badan publik non Pemerintah mampu mandiri.
"Non Pemerintah dianggap sudah akuntabilitas karena penuh kompetisi, sehingga kepercayaan jadi ukuran mereka, jadi harus ada transparansi," kata Henny dalam diskusi Keterbukaan Informasi Publik di Badan Publik Non Negara di Hotel Grand Cempaka, Jalan Letjen R. Suprapto, Jakarta Pusat, Selasa (26/4/2016).
KIP mencatat, dari 2.037 sengketa yang masuk, 5 persennya atau sekitar 50 sengketa diajukan kepada badan publik non Pemerintah. Kemudian, kebanyakan mereka belum mengetahui bahwa lembaganya berkewajiban untuk membuka data informasi.
Henny berharap tahun 2016 ini badan publik non Pemerintah bisa ikut melaporkan laporan kinerja dan keuangannya kepada masyarakat. KIP akan memulainya dengan melakukan sosialisasi.
"Kita upaya sosialisasi, ini baru pertama, kita akan melakukan lagi. Setelab sosialisasi beberapa kali, kita akan membuat peringkat, bikin panduannya, karena ada putusan (dari sidang sengketa)," ujar Henny.
Tidak ada sanksi bagi badan publik non Pemerintah yang tidak mau mengikuti peraturan. Tapi ketika sengketa yang diajukan pemohon disidangkan, mereka harus taat pada putusan pengadilan.
Henny menjelaskan, pemohon biasanya menuntut keterbukaan akan suatu informasi. Jika pengadilan memutuskan informasi tersebut harus dibuka ke publik, maka badan publik non pemerintah perlu melakukan hasil putusan itu.
"Putusan Komisi Informasi ada dua yang menyatakan itu informasi terbuka atau tertutup kalau terbuka wajib dibuka. Kalau tidak dilaksanakan bisa dinaikan ke PTUN atau PN. Kalau Pemerintah ke PN kemudian MA," ujar Henny.
"Ada sanksi (jika tidak melaksanakan putusan), satu tahun kurungan atau denda Rp5 juta untuk satu informasi yang tidak diberikan," ungkap Henny.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia sebagai salah satu badan publik non pemerintah yang hadir dalam diskusi tersebut, siap mengikuti aturan dari KIP. Wakil Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI, Ibnu Hamad mengatakan, MUI tinggal melengkapi aspek legalistasnya.
"Intinya harus siap, MUI kesiapannya dari infrastruktur sudah siap karena punya Komisi Informasi dan Komunikasi, hanya saja aspek legalitas harus diusulkan, karena di MUI belum ditunjuk ketua PPID (Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi)," kata Ibnu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)