medcom.id, Jakarta: Diskriminasi kerap kali menimpa kelompok penghayat kepercayaan, penganut agama leluhur, dan pelaksana ritual adat. Menurut catatan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan ada 115 kasus kekerasan dan diskriminasi yang dialami mereka dari rentang 2011-2015.
Kasus yang menimpa kelompok penghayat kepercayaan diharapkan segera menemukan jalan keluar. Karena itu, DPP PDI Perjuangan berharap Presiden Joko Widodo bersedia menerima mereka yang ingin menyampaikan isi hati.
Hal itu disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR Achmad Basarah, saat menerima rombongan Penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Niatan bertemu Presiden itu disampaikan para Pimpinan Kelompok Penganut Kepercayaan dalam audiensi tersebut. "Karena niat ketemu Presiden belum terlaksana, nanti kami akan bicara dengan presiden supaya ibu bapak sekalian bisa bertemu dan diterima oleh presiden," kata Hasto dalam keterangannya.
Audiensi itu diikuti 28 orang pimpinan Penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mereka ditemani oleh Nia Sjarifudin dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, dan mantan Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani.
(Baca juga: Penghayat Kepercayaan Alami Diskriminasi Administrasi Publik)
Puluhan pimpinan Penganut Kepercayaan yang hadir mengapresiasi komitmen PDIP dalam mengawal isu kewajiban negara melindungi hak warga negara seperti termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Namun, kata Andy Yentriyani, dalam kehidupan sehari-hari, para warga penganut kepercayaan masih mengalami diskriminasi secara terbuka. Mulai dari kebebasan dalam melaksanakan ibadahnya, hingga hak administrasi kependudukan. Belum lagi bicara perda-perda yang dianggap dikriminatif.
"Masih ada dikotomi dan diskriminasi perlakuan antara agama dengan Penganut Kepercayaan. Harapan kami, PDIP bisa menjadi lokomotif yang merangkul semua pihak, mendorong Pemerintah Pusat sebagai kunci perubahan," kata dia.
Hasto mengatakan, Indonesia saat ini berpeluang besar menghentikan tindakan diskriminasi itu. Apalagi Presiden Jokowi sudah mengeluarkan Keputusan Presiden tentang penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Itu berarti ada pengakuan terhadap pidato Bapak Bangsa Soekarno pada 1 Juni 1945 tentang Pancasila.
Dalam pidato itu, lanjut Hasto, ditelurkanlah prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, di mana Indonesia dibangun untuk semua; bukan untuk orang per orang atau untuk perkelompok saja. Negara juga wajib mengatasi perbedaan paham dan golongan.
Karena itu, partai banteng moncong putih itu akan memperjuangkan aspirasi kelompok penganut kepercayaan. Salah satunya, melalui perjuangan politik lewat upaya revisi UU Administrasi Kependudukan, melalui dialog dan komunikasi politik penyadaran dan ujungnya perubahan regulasi.
"1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila adalah awalannya, menjadi landasan politik ideologis bagi PDIP untuk melangkah berjuang lebih jauh. Kami akan cari ruang bersama sambil membangun kesadaran bersama untuk menghapus diskriminasi itu," kata Hasto.
Hal senada dikatakan Wasekjen DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah. Dia mengatakan, banyak bangsa lain yang tak ingin Indonesia berdiri di atas substansi Pancasila seperti isi pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945. Bila benar-benar dilaksanakan serta jadi bagian hidup, takkan ada bangsa lain yang bisa menjajah Indonesia.
Kata Basarah, pidato Bung Karno menegaskan Indonesia memegang prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, yang memberikan keleluasaan menjalankan perintah agama dan keparcayaannya. Serta sikap saling menghormati.
"Atas dasar hal itu, upaya memastikan terpenuhinya kesetaraan warga negara akan terus diperjuangkan oleh PDI Perjuangan. Karena itu adalah semboyan Bhinneka Tunggal Ika Bangsa Indoenesia dan juga perintah Konstitusi," kata Basarah.
medcom.id, Jakarta: Diskriminasi kerap kali menimpa kelompok penghayat kepercayaan, penganut agama leluhur, dan pelaksana ritual adat. Menurut catatan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan ada 115 kasus kekerasan dan diskriminasi yang dialami mereka dari rentang 2011-2015.
Kasus yang menimpa kelompok penghayat kepercayaan diharapkan segera menemukan jalan keluar. Karena itu, DPP PDI Perjuangan berharap Presiden Joko Widodo bersedia menerima mereka yang ingin menyampaikan isi hati.
Hal itu disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR Achmad Basarah, saat menerima rombongan Penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Niatan bertemu Presiden itu disampaikan para Pimpinan Kelompok Penganut Kepercayaan dalam audiensi tersebut. "Karena niat ketemu Presiden belum terlaksana, nanti kami akan bicara dengan presiden supaya ibu bapak sekalian bisa bertemu dan diterima oleh presiden," kata Hasto dalam keterangannya.
Audiensi itu diikuti 28 orang pimpinan Penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mereka ditemani oleh Nia Sjarifudin dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, dan mantan Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani.
(Baca juga: Penghayat Kepercayaan Alami Diskriminasi Administrasi Publik)
Puluhan pimpinan Penganut Kepercayaan yang hadir mengapresiasi komitmen PDIP dalam mengawal isu kewajiban negara melindungi hak warga negara seperti termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Namun, kata Andy Yentriyani, dalam kehidupan sehari-hari, para warga penganut kepercayaan masih mengalami diskriminasi secara terbuka. Mulai dari kebebasan dalam melaksanakan ibadahnya, hingga hak administrasi kependudukan. Belum lagi bicara perda-perda yang dianggap dikriminatif.
"Masih ada dikotomi dan diskriminasi perlakuan antara agama dengan Penganut Kepercayaan. Harapan kami, PDIP bisa menjadi lokomotif yang merangkul semua pihak, mendorong Pemerintah Pusat sebagai kunci perubahan," kata dia.
Hasto mengatakan, Indonesia saat ini berpeluang besar menghentikan tindakan diskriminasi itu. Apalagi Presiden Jokowi sudah mengeluarkan Keputusan Presiden tentang penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Itu berarti ada pengakuan terhadap pidato Bapak Bangsa Soekarno pada 1 Juni 1945 tentang Pancasila.
Dalam pidato itu, lanjut Hasto, ditelurkanlah prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, di mana Indonesia dibangun untuk semua; bukan untuk orang per orang atau untuk perkelompok saja. Negara juga wajib mengatasi perbedaan paham dan golongan.
Karena itu, partai banteng moncong putih itu akan memperjuangkan aspirasi kelompok penganut kepercayaan. Salah satunya, melalui perjuangan politik lewat upaya revisi UU Administrasi Kependudukan, melalui dialog dan komunikasi politik penyadaran dan ujungnya perubahan regulasi.
"1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila adalah awalannya, menjadi landasan politik ideologis bagi PDIP untuk melangkah berjuang lebih jauh. Kami akan cari ruang bersama sambil membangun kesadaran bersama untuk menghapus diskriminasi itu," kata Hasto.
Hal senada dikatakan Wasekjen DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah. Dia mengatakan, banyak bangsa lain yang tak ingin Indonesia berdiri di atas substansi Pancasila seperti isi pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945. Bila benar-benar dilaksanakan serta jadi bagian hidup, takkan ada bangsa lain yang bisa menjajah Indonesia.
Kata Basarah, pidato Bung Karno menegaskan Indonesia memegang prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, yang memberikan keleluasaan menjalankan perintah agama dan keparcayaannya. Serta sikap saling menghormati.
"Atas dasar hal itu, upaya memastikan terpenuhinya kesetaraan warga negara akan terus diperjuangkan oleh PDI Perjuangan. Karena itu adalah semboyan Bhinneka Tunggal Ika Bangsa Indoenesia dan juga perintah Konstitusi," kata Basarah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)