medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung mendukung penuntasan kasus testimoni Freddy Budiman yang disampaikan dan disebarluaskan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar. Agar persoalan tidak berlarut dan menimbulkan pertanyaan publik.
"Tentunya informasi yang diberikan perlu disampaikan dengan bukti-bukti supaya memudahkan untuk mengungkap kebenaran kasus itu," kata Jaksa Agung M Prasetyo kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung, Jumat (5/8/2016).
Baca: BNN dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Polisi
Prasetyo menyayangkan informasi tersebut dibeberkan setelah Freddy menemui ajal di tangan tim eksekutor. Gembong narkoba itu dieksekusi mati bersama tiga terpidana mati lainnya, 29 Juli.
"Nampaknya ada riak-riak kecil karena ada informasi yang terlambat disampaikan. Ini yang perlu diperjelas. Sebab informasi didapatkan tahun 2014 dan baru sekarang disampaikan ke publik."
Menurut Prasetyo, Haris selaku Koordinator KontraS tentu memiliki kewajiban moril dalam penyampaian informasi dengan disertai bukti berupa foto, kuitansi pembayaran, identitas oknum yang terlibat, serta daftar transfer bank.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar.Foto: Antara/Sigid Kurniawan
"Ini kan kesannya menjadi bola liar. Diharapkan paling tidak penyampaian informasi bisa lebih konkretlah. Yang perlu kita perjelas, saya mendukung sepenuhnya informasi ini diungkapkan," kata Prasetyo.
Terkait eksekusi mati terhadap 10 terpidana mati kasus narkoba yang sempat tertunda, Prasetyo menegaskan tetap akan dilaksanakan. Harus dipastikan pula eksekusi dapat berjalan lancar dan jangan sampai menimbulkan persoalan baru.
Prasetyo tidak ingin gegabah mengambil keputusan. Pasalnya, beredar kabar ada terpidana mati yang mengajukan grasi.
Lihat: Instruksi Presiden Terkait Laporan Haris Azhar
"Saya belum menerima (informasi) dan belum tahu siapa yang mengajukan grasi. Jadi begini, selama sudah berkekuatan hukum tetap, akan kami lakukan (eksekusi mati). Tapi, waktunya kapan itu nanti kita lihat," tandasnya.
Sedianya ada 14 terpidana yang bakal dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat 29 Juli. Namun, hanya 4 orang yang akhirnya diterjang timah panas, yaitu Seck Osmane (WN Senegal), Michael Titus Igweh (Nigeria), Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria), serta Freddy Budiman (WNI).
Alasan penundaan eskekusi terhadap 10 terpidana itu telah diputuskan berdasarkan sejumlah kajian komprehensif, serta mempertimbangkan aspek yuridis serta non yuridis antara Kejaksaan Agung dan sejumlah instansi terkait.
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung mendukung penuntasan kasus testimoni Freddy Budiman yang disampaikan dan disebarluaskan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar. Agar persoalan tidak berlarut dan menimbulkan pertanyaan publik.
"Tentunya informasi yang diberikan perlu disampaikan dengan bukti-bukti supaya memudahkan untuk mengungkap kebenaran kasus itu," kata Jaksa Agung M Prasetyo kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung, Jumat (5/8/2016).
Baca:
BNN dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Polisi
Prasetyo menyayangkan informasi tersebut dibeberkan setelah Freddy menemui ajal di tangan tim eksekutor. Gembong narkoba itu dieksekusi mati bersama tiga terpidana mati lainnya, 29 Juli.
"Nampaknya ada riak-riak kecil karena ada informasi yang terlambat disampaikan. Ini yang perlu diperjelas. Sebab informasi didapatkan tahun 2014 dan baru sekarang disampaikan ke publik."
Menurut Prasetyo, Haris selaku Koordinator KontraS tentu memiliki kewajiban moril dalam penyampaian informasi dengan disertai bukti berupa foto, kuitansi pembayaran, identitas oknum yang terlibat, serta daftar transfer bank.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar.Foto: Antara/Sigid Kurniawan
"Ini kan kesannya menjadi bola liar. Diharapkan paling tidak penyampaian informasi bisa lebih konkretlah. Yang perlu kita perjelas, saya mendukung sepenuhnya informasi ini diungkapkan," kata Prasetyo.
Terkait eksekusi mati terhadap 10 terpidana mati kasus narkoba yang sempat tertunda, Prasetyo menegaskan tetap akan dilaksanakan. Harus dipastikan pula eksekusi dapat berjalan lancar dan jangan sampai menimbulkan persoalan baru.
Prasetyo tidak ingin gegabah mengambil keputusan. Pasalnya, beredar kabar ada terpidana mati yang mengajukan grasi.
Lihat:
Instruksi Presiden Terkait Laporan Haris Azhar
"Saya belum menerima (informasi) dan belum tahu siapa yang mengajukan grasi. Jadi begini, selama sudah berkekuatan hukum tetap, akan kami lakukan (eksekusi mati). Tapi, waktunya kapan itu nanti kita lihat," tandasnya.
Sedianya ada 14 terpidana yang bakal dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat 29 Juli. Namun, hanya 4 orang yang akhirnya diterjang timah panas, yaitu Seck Osmane (WN Senegal), Michael Titus Igweh (Nigeria), Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria), serta Freddy Budiman (WNI).
Alasan penundaan eskekusi terhadap 10 terpidana itu telah diputuskan berdasarkan sejumlah kajian komprehensif, serta mempertimbangkan aspek yuridis serta non yuridis antara Kejaksaan Agung dan sejumlah instansi terkait.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)