medcom.id, Jakarta: Pengadilan koneksitas dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang melibatkan pihak sipil dan militer. KPK pun bisa menuntaskan perkara kasus korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland 101 secara efisien.
Menurut pakar hukum pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan, penyidik, jaksa, dan hakimnya sama. "Dari kacamata saya, kerjanya akan lebih efisien karena bekerja sebagai tim," jelas dia.
Peradilan koneksitas menangani kasus pidana yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada kekuasaan peradilan umum dan militer. Proses penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh tim yang terdiri atas jaksa, polisi militer, dan oditur militer. Proses pemeriksaan di pengadilan dilakukan oleh lima hakim yang berasal dari unsur hakim peradilan umum dan peradilan militer.
Jika kasus korupsi tersebut dilakukan bersama orang sipil, seperti yang terjadi pada kasus AW101, KPK masih berwenang meski terbatas dan tidak langsung. Kewenangan terbatas KPK dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI tercantum dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Agustinus menilai bisa saja dipilih salah satu pengadilan, baik militer maupun umum atau berdasarkan pihak mana yang paling dirugikan. Namun, memang sebaiknya, kasus yang menyangkut ranah sipil, diselesaikan di pengadilan umum, kecuali itu yang menyangkut disiplin prajurit.
Meski demikian, tidak dapat disalahkan jika pengadilan militer masih menyidangkan perkara umum. Pasalnya, dalam sistem peradilan nasional, pengadilan militer memiliki yurisdiksi itu. "Akan tetapi, harus diakui, di pengadilan militer vonisnya kerap lebih rendah."
Direktur Utama Imparsial Al Araf menambahkan kasus dugaan korupsi penjualan kapal Strategic Sealift Vessel kepada Filipina dan helikopter AW101 membuktikan sangat rentan terjadi korupsi di sektor pertahanan, khususnya dalam pengadaan alutsista. Ia mengatakan potensi dugaan korupsi di sektor alutsista itu terjadi dimulai dari proses pembelian hingga perawatan.
Baca: 3 Prajurit TNI Tersangka Korupsi Helikopter AW 101
Dugaan korupsi di sektor alutsista itu disebabkan beberapa hal. Pertama, tertutupnya KPK mengusut korupsi, khususnya yang melibatkan oknum aparat TNI. Kedua ialah terlibatnya pihak ketiga (broker) menjadi penyebab utama korupsi dalam pengadaan alutsista. Ketiga, pembelian alutsista bekas membuka ruang skandal terjaidnya korupsi.
Pihak sipil
KPK pun segera menetapkan tersangka yang berasal dari pihak sipil. KPK juga sudah melakukan penyelidikan, tetapi belum meningkatkan menjadi penyidikan.
"Dengan kerja sama dengan TNI, kami akan mengumpulkan fakta dan data, serta menanyai banyak pihak," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Jumat (26/5).
Ia mengatakan pengumuman tersangka dari pihak swasta itu masih menunggu pendalaman dari sejumlah penggeledahan yang dilakukan KPK di PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang. Sejauh ini KPK sudah menetapkan tiga tersangka, yaitu Marsekal Madya FA yang kini menjadi Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara, kemudian Letkol Admisitrasi BW selaku pejabat pemegang kas, dan SS (staf pekas) yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
medcom.id, Jakarta: Pengadilan koneksitas dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang melibatkan pihak sipil dan militer. KPK pun bisa menuntaskan perkara kasus korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland 101 secara efisien.
Menurut pakar hukum pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan, penyidik, jaksa, dan hakimnya sama. "Dari kacamata saya, kerjanya akan lebih efisien karena bekerja sebagai tim," jelas dia.
Peradilan koneksitas menangani kasus pidana yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada kekuasaan peradilan umum dan militer. Proses penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh tim yang terdiri atas jaksa, polisi militer, dan oditur militer. Proses pemeriksaan di pengadilan dilakukan oleh lima hakim yang berasal dari unsur hakim peradilan umum dan peradilan militer.
Jika kasus korupsi tersebut dilakukan bersama orang sipil, seperti yang terjadi pada kasus AW101, KPK masih berwenang meski terbatas dan tidak langsung. Kewenangan terbatas KPK dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI tercantum dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Agustinus menilai bisa saja dipilih salah satu pengadilan, baik militer maupun umum atau berdasarkan pihak mana yang paling dirugikan. Namun, memang sebaiknya, kasus yang menyangkut ranah sipil, diselesaikan di pengadilan umum, kecuali itu yang menyangkut disiplin prajurit.
Meski demikian, tidak dapat disalahkan jika pengadilan militer masih menyidangkan perkara umum. Pasalnya, dalam sistem peradilan nasional, pengadilan militer memiliki yurisdiksi itu. "Akan tetapi, harus diakui, di pengadilan militer vonisnya kerap lebih rendah."
Direktur Utama Imparsial Al Araf menambahkan kasus dugaan korupsi penjualan kapal Strategic Sealift Vessel kepada Filipina dan helikopter AW101 membuktikan sangat rentan terjadi korupsi di sektor pertahanan, khususnya dalam pengadaan alutsista. Ia mengatakan potensi dugaan korupsi di sektor alutsista itu terjadi dimulai dari proses pembelian hingga perawatan.
Baca: 3 Prajurit TNI Tersangka Korupsi Helikopter AW 101
Dugaan korupsi di sektor alutsista itu disebabkan beberapa hal. Pertama, tertutupnya KPK mengusut korupsi, khususnya yang melibatkan oknum aparat TNI. Kedua ialah terlibatnya pihak ketiga (broker) menjadi penyebab utama korupsi dalam pengadaan alutsista. Ketiga, pembelian alutsista bekas membuka ruang skandal terjaidnya korupsi.
Pihak sipil
KPK pun segera menetapkan tersangka yang berasal dari pihak sipil. KPK juga sudah melakukan penyelidikan, tetapi belum meningkatkan menjadi penyidikan.
"Dengan kerja sama dengan TNI, kami akan mengumpulkan fakta dan data, serta menanyai banyak pihak," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Jumat (26/5).
Ia mengatakan pengumuman tersangka dari pihak swasta itu masih menunggu pendalaman dari sejumlah penggeledahan yang dilakukan KPK di PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang. Sejauh ini KPK sudah menetapkan tiga tersangka, yaitu Marsekal Madya FA yang kini menjadi Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara, kemudian Letkol Admisitrasi BW selaku pejabat pemegang kas, dan SS (staf pekas) yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)