medcom.id, Jakarta: Ada pola berbeda yang terjadi pada masyarakat di Indonesia dan di luar negeri ketika mengalami peristiwa teror bom. Jika di luar negeri masyarakat berhamburan menyelamatkan diri sesaat setelah terdengar ledakan, di Indonesia justru sebaliknya, berkerumun dan memadati lokasi kejadian.
Direktur Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto menyebut kerumunan masyarakat bisa dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan serangan berikutnya.
"Aksi teror itu selalu ada plan A, plan B, plan C. Kalau ledakan menggunakan jeda, ini maksudnya agar orang berkerumun dan bisa jadi terjadi ledakan susulan. Ini sangat berbahaya," ujar Wawan dalam News Story Insight, Senin 29 Mei 2017.
Wawan mengakui bahwa kesadaran masyarakat di dalam negeri tentang keselamatan saat terjadi teror bom masih rendah. Di satu sisi kondisi ini baik ketika tidak lagi takut terhadap aksi teror, tapi di sisi lain keselamatan mereka juga terancam.
Yang paling mudah dilakukan masyarakat ketika terjadi ledakan adalah tiarap. Bagaimana pun, kata dia, tiarap lebih baik ketimbang berlari.
"Ketika tiarap hantaman itu di udara, kalau nyasar ke bawah itu relatif riskan. Ledakan bisa melontarkan orang ke atas, usahakan tiarap dan lindungi bagian badan yang vital seperti jantung dan kepala," katanya.
Menurut Wawan, refleks ini penting bagi masyarakat untuk keselamatan. Tiarap meskipun sesaat tidak masalah dan jika mampu segera menghubungi aparat untuk langkah penindakan dan sterilisai lokasi. Sebab dikhawatirkan dari sumber ledakan keluar gas beracun yang bisa mengancam nyawa masyarakat.
Hal yang penting lainnya adalah masyarakat jangan mendekati lokasi, menyentuh benda-benda yang terdampak bahkan mengacaukan lokasi kejadian. Tindakan tersebut justru membuat menyulitkan petugas untuk identifikasi.
"Jangan buru-buru mendekat. Biarkan aparat polisi mensterilisasi dan mengumpuljan bukti di TKP. Karena inti dari kejadian adalah TKP. Kalau rusak, yang megang ini menyulitkan juga karena pasti ada sidik jari dan sebagainya," jelas Wawan.
medcom.id, Jakarta: Ada pola berbeda yang terjadi pada masyarakat di Indonesia dan di luar negeri ketika mengalami peristiwa teror bom. Jika di luar negeri masyarakat berhamburan menyelamatkan diri sesaat setelah terdengar ledakan, di Indonesia justru sebaliknya, berkerumun dan memadati lokasi kejadian.
Direktur Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto menyebut kerumunan masyarakat bisa dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan serangan berikutnya.
"Aksi teror itu selalu ada plan A, plan B, plan C. Kalau ledakan menggunakan jeda, ini maksudnya agar orang berkerumun dan bisa jadi terjadi ledakan susulan. Ini sangat berbahaya," ujar Wawan dalam
News Story Insight, Senin 29 Mei 2017.
Wawan mengakui bahwa kesadaran masyarakat di dalam negeri tentang keselamatan saat terjadi teror bom masih rendah. Di satu sisi kondisi ini baik ketika tidak lagi takut terhadap aksi teror, tapi di sisi lain keselamatan mereka juga terancam.
Yang paling mudah dilakukan masyarakat ketika terjadi ledakan adalah tiarap. Bagaimana pun, kata dia, tiarap lebih baik ketimbang berlari.
"Ketika tiarap hantaman itu di udara, kalau nyasar ke bawah itu relatif riskan. Ledakan bisa melontarkan orang ke atas, usahakan tiarap dan lindungi bagian badan yang vital seperti jantung dan kepala," katanya.
Menurut Wawan, refleks ini penting bagi masyarakat untuk keselamatan. Tiarap meskipun sesaat tidak masalah dan jika mampu segera menghubungi aparat untuk langkah penindakan dan sterilisai lokasi. Sebab dikhawatirkan dari sumber ledakan keluar gas beracun yang bisa mengancam nyawa masyarakat.
Hal yang penting lainnya adalah masyarakat jangan mendekati lokasi, menyentuh benda-benda yang terdampak bahkan mengacaukan lokasi kejadian. Tindakan tersebut justru membuat menyulitkan petugas untuk identifikasi.
"Jangan buru-buru mendekat. Biarkan aparat polisi mensterilisasi dan mengumpuljan bukti di TKP. Karena inti dari kejadian adalah TKP. Kalau rusak, yang megang ini menyulitkan juga karena pasti ada sidik jari dan sebagainya," jelas Wawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)