Ilustrasi. Foto: MI/Gino
Ilustrasi. Foto: MI/Gino

Eksportir CPO Diduga Salahgunakan Fasilitas Kawasan Berikat

Tri Subarkah • 25 Maret 2022 18:01
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga beberapa perusahaan eksportir crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, menyalahgunakan fasilitas kawasan berikat. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi, mengatakan eksportir mengirim CPO ke luar negeri tanpa diolah terlebih dahulu.
 
Hal ini menyebabkan negara kehilangan pemasukan dari kegiatan ekspor tersebut. Supardi menerangkan CPO yang masuk kawasan berikat mesti diolah.
 
"Misalnya nanti tujuan ke luar negeri, kan ada bea pungutan keluar, ada PPN, kan gitu," ujarnya dilansir Media Indonesia, Jumat, 25 Maret 2022.

Baca: Bongkar Pasang Aturan Minyak Goreng, INDEF: Subsidi Paling Bagus Lewat Kemasan
 
Jajaran Jampidsus masih menyelidiki kasus dugaan pemberian fasilitas ekspor minyak goreng periode 2021-2022. Supardi telah mengirim tim ke Surabaya, Jawa Timur, untuk mengecek sekitar 160 perusahaan eksportir di sana.
 
Namun, tidak semua eksportir itu akan dimintai klarifikasi. Supardi mengatakan penyelidikan beberapa perusahaan diharapkan mampu memperjelas peristiwa pidana yang dicari penyelidik.
 
"Artinya dengan memeriksa ini, bisa enggak dengan meliputi, artinya by data, penyitaan data sudah cukup, atau belum," kata Supardi.
 
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan perbuatan para eksportir tersebut berpotensi menimbulkan kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pada awal April 2022, pihaknya segera menentukan sikap untuk menaikkan temuan itu ke tahap penyidikan.
 
Penyelidikan yang dilakukan jajaran Jampidsus sejalan dengan laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Pada Kamis, 24 Maret 2022, Koordinator MAKI Boyamin Saiman memberikan data tambahan mengenai dugaan mafia CPO ke pihak Jampidsus. Data itu menjelaskan delapan perusahaan di Kalimantan yang diduga menyimpang dari ketentuan ekspor CPO.
 
Menurut Boyamin, penyimpangan tersebut dilakukan dengan cara ekspor secara langsung, tanpa mengolahnya terlebih dahulu menjadi beragam produk, termasuk minyak goreng. Dengan demikian, negara kehilangan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen.
 
"Tanpa pungutan PPN tersebut, Boyamin mengatakan negara berpotensi kehilangan pemasukan antara Rp5 triliun hingga Rp6 triliun," jelas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan