medcom.id, Jakarta: Tiga tahun sudah bekas Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin jadi tersangka tindak pidana pencucian uang. Namun hingga hari ini belum ada tanda-tanda berkasnya masuk ke penuntutan.
Nazaruddin tak juga disidang. "Belum tahu berapa lama lagi," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (15/5/2015).
Menurut dia, KPK masih mendalami kasus ini. Lembaga antikorupsi itu masih perlu meminta keterangan kepada pihak terkait. Untuk hari ini saja, lanjut Priharsa, penyidik mengagendakan pemeriksaan terhadap Komisaris PT Permata Tristar, Desy Natasya Sihombing.
"Terakhir kan dilakukan sejumlah pemeriksaan di Pekanbaru, termasuk menyita satu unit ruko di sana. Salah satu (saksi yang diperiksa) yang rukonya disita itu," jelas dia.
Ruko yang dimaksud Priharsa adalah bangunan yang terletak di Komplek Sudirman City Square Blok E/10, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Riau. Ruko itu atas nama Nazir Rahmat yang juga sepupu Nazar dan telah diperiksa KPK dalam kasus uang sama.
Nazar dijerat dengan Pasal 3 atau pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU pada 13 Februari 2012. Sepanjang proses penyidikan kasus ini, KPK telah banyak memeriksa saksi-saksi. Namun, belum diketahui kapan proses penyidikan kasus ini berakhir dan kasusnya dilimpahkan ke persidangan.
Nazaruddin diduga mencuci uang dengan membeli saham PT Garuda Indonesia. Hal itu diduga dilakukan dengan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games 2011, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Uang hasil proyek tersebut diduga digunakan Nazar untuk membeli saham Garuda sebesar Rp300,85 miliar. Rincian saham itu terdiri dari Rp300 miliar untuk Rp 400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas.
Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup milik Nazar. Mereka adalah PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.
Sementara, Nazaruddin kini sudah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Dia divonis hukuman pidana penjara 4 tahun dan 10 bulan serta denda Rp200 juta atas kasus dugaan korupsi proyek Wisma Atlet.
medcom.id, Jakarta: Tiga tahun sudah bekas Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin jadi tersangka tindak pidana pencucian uang. Namun hingga hari ini belum ada tanda-tanda berkasnya masuk ke penuntutan.
Nazaruddin tak juga disidang. "Belum tahu berapa lama lagi," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (15/5/2015).
Menurut dia, KPK masih mendalami kasus ini. Lembaga antikorupsi itu masih perlu meminta keterangan kepada pihak terkait. Untuk hari ini saja, lanjut Priharsa, penyidik mengagendakan pemeriksaan terhadap Komisaris PT Permata Tristar, Desy Natasya Sihombing.
"Terakhir kan dilakukan sejumlah pemeriksaan di Pekanbaru, termasuk menyita satu unit ruko di sana. Salah satu (saksi yang diperiksa) yang rukonya disita itu," jelas dia.
Ruko yang dimaksud Priharsa adalah bangunan yang terletak di Komplek Sudirman City Square Blok E/10, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Riau. Ruko itu atas nama Nazir Rahmat yang juga sepupu Nazar dan telah diperiksa KPK dalam kasus uang sama.
Nazar dijerat dengan Pasal 3 atau pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU pada 13 Februari 2012. Sepanjang proses penyidikan kasus ini, KPK telah banyak memeriksa saksi-saksi. Namun, belum diketahui kapan proses penyidikan kasus ini berakhir dan kasusnya dilimpahkan ke persidangan.
Nazaruddin diduga mencuci uang dengan membeli saham PT Garuda Indonesia. Hal itu diduga dilakukan dengan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games 2011, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Uang hasil proyek tersebut diduga digunakan Nazar untuk membeli saham Garuda sebesar Rp300,85 miliar. Rincian saham itu terdiri dari Rp300 miliar untuk Rp 400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas.
Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup milik Nazar. Mereka adalah PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.
Sementara, Nazaruddin kini sudah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Dia divonis hukuman pidana penjara 4 tahun dan 10 bulan serta denda Rp200 juta atas kasus dugaan korupsi proyek Wisma Atlet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)