Jakarta: Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah ambil uang saat menggeledah beberapa lokasi sejak 1 Maret 2021 sampai 2 Maret 2021. Lembaga Antikorupsi itu disebutnya mengambil uang bantuan untuk masjid.
"Pokoknya itu kan uang masjid ya. Itu bantuan masjid, nanti lah kita jelasin nanti," kata Nurdin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 5 Maret 2021.
Nurdin menyebut uang yang disita itu tidak masuk bagian kasusnya. Dia memastikan Lembaga Antikorupsi itu salah ambil uang untuk barang bukti.
Nurdin juga masih mengeklaim tidak bersalah. Dia menyebut semua sangkaan dalam kasus korupsi fitnah.
"Enggak, enggak, enggak ada yang benar. Pokoknya kita tunggu saja nanti di pengadilan kita menghargai proses hukum," ujar Nurdin.
Sebelumnya, KPK telah menghitung uang hasil penyitaan dari penggeledahan terkait kasus dugaan suap yang menjerat Nurdin Abdullah. Penggeledahan tersebut berlangsung di Sulsel pada 1-2 Maret 2021.
"Uang rupiah sekitar Rp1,4 miliar, dan uang mata uang asing sebesar US$10.000, dan SGD190.000 (yang disita KPK)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 4 Maret 2021.
Lembaga Antikorupsi bakal mendalami temuan duit itu ke beberapa saksi. KPK juga akan mengulik temuan uang itu kepada para tersangka.
Baca: Dokumen dan Duit Disita dari Rumah Nurdin Abdullah
Nurdin bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat, 16 Februari 2021. Uang Rp2 miliar diduga terkait suap disita KPK dalam operasi senyap itu.
KPK kemudian menetapkan ketiganya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada proyek kawasan wisata Bira, Bulukumba. Nurdin dan Edy menjadi tersangka penerima suap, sedangkan Agung tersangka pemberi suap.
Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah menyebut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah ambil uang saat menggeledah beberapa lokasi sejak 1 Maret 2021 sampai 2 Maret 2021. Lembaga Antikorupsi itu disebutnya mengambil uang bantuan untuk masjid.
"Pokoknya itu kan uang masjid ya. Itu bantuan masjid, nanti lah kita jelasin nanti," kata Nurdin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 5 Maret 2021.
Nurdin menyebut uang yang disita itu tidak masuk bagian kasusnya. Dia memastikan Lembaga Antikorupsi itu salah ambil uang untuk barang bukti.
Nurdin juga masih mengeklaim tidak bersalah. Dia menyebut semua sangkaan dalam kasus korupsi fitnah.
"Enggak, enggak, enggak ada yang benar. Pokoknya kita tunggu saja nanti di pengadilan kita menghargai proses hukum," ujar Nurdin.
Sebelumnya, KPK telah menghitung uang hasil penyitaan dari penggeledahan terkait
kasus dugaan suap yang menjerat Nurdin Abdullah. Penggeledahan tersebut berlangsung di Sulsel pada 1-2 Maret 2021.
"Uang rupiah sekitar Rp1,4 miliar, dan uang mata uang asing sebesar US$10.000, dan SGD190.000 (yang disita KPK)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 4 Maret 2021.
Lembaga Antikorupsi bakal mendalami temuan duit itu ke beberapa saksi. KPK juga akan mengulik temuan uang itu kepada para tersangka.
Baca:
Dokumen dan Duit Disita dari Rumah Nurdin Abdullah
Nurdin bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat, 16 Februari 2021. Uang Rp2 miliar diduga terkait suap disita KPK dalam operasi senyap itu.
KPK kemudian menetapkan ketiganya sebagai tersangka
kasus suap dan gratifikasi pada proyek kawasan wisata Bira, Bulukumba. Nurdin dan Edy menjadi tersangka penerima suap, sedangkan Agung tersangka pemberi suap.
Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)