medcom.id, Jakarta: Menteri Luar Negeri Retno L. P. Marsudi tak menemukan alasan yang jelas untuk melancarkan aksi protes kepada Belanda terkait penyelenggaraan Pengadilan Rakyat Internasional tragedi 1965 di Den Haag. Sebab, kata dia, pemerintah Belanda sama sekali tak terlibat dalam kegiatan itu.
"Jadi begini, harus jelas bahwa pemerintah Belanda tidak terlibat sama sekali dalam kegiatan itu. Ini adalah kegiatan yang dilakukan sebuah kelompok dan wujud freedom of expression," kata Retno di Kementerian Luar Negeri, Jalan Pejambon Raya, Jakarta Pusat, Rabu (11/11/2015).
Retno menyayangkan ada beberapa pendapat yang mengatakan pemerintah Belanda terlibat dengan penyelenggaraan persidangan itu. Padahal, pemilihan tempat penyelenggaraan acara karena negeri kincir angin itu merupakan negara yang demokratis.
"Sama dengan di sini ada demo, juga tidak apa-apa," kata dia.
Retno menegaskan, pengadilan rakyat internasional ini bukan pengadilan seperti yang dibayangkan banyak orang. Pengadilan ini bukanlah pengadilan sungguhan.
Ia pun meminta semua pihak tak ceroboh menanggapi perkara ini. Pengadilan ini, kata dia, tak sama dengan Pengadilan Kriminal Internasional.
"Jangan sampai ada pendapat dibawa ke ICC (International Criminal Court), bagaimana bisa dibawa ke ICC. Kita bukan party dari ICC. Kita harus hati-hati baca situasi. Ini pengadilan seperti teaterikal pengadilan di Belanda," kata dia.
Hakim yang hadir dalam persidangan merupakan hakim yang ada di Belanda. Meski begitu, Retno mengatakan, kedatangan hakim itu tak berhubungan dengan pemerintah Belanda. "No. Mereka toh hadir, hadir sebagai pribadi," pungkas dia.
Pengadilan rakyat internasional salah satu upaya untuk membuktikan terjadinya genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang selama ini tidak pernah diakui negara. Salah satunya tragedi kemanusian 1965.
Saat itu orang-orang yang dituduh komunis dibantai pada masa setelah Gerakan 30 September. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara.
medcom.id, Jakarta: Menteri Luar Negeri Retno L. P. Marsudi tak menemukan alasan yang jelas untuk melancarkan aksi protes kepada Belanda terkait penyelenggaraan Pengadilan Rakyat Internasional tragedi 1965 di Den Haag. Sebab, kata dia, pemerintah Belanda sama sekali tak terlibat dalam kegiatan itu.
"Jadi begini, harus jelas bahwa pemerintah Belanda tidak terlibat sama sekali dalam kegiatan itu. Ini adalah kegiatan yang dilakukan sebuah kelompok dan wujud
freedom of expression," kata Retno di Kementerian Luar Negeri, Jalan Pejambon Raya, Jakarta Pusat, Rabu (11/11/2015).
Retno menyayangkan ada beberapa pendapat yang mengatakan pemerintah Belanda terlibat dengan penyelenggaraan persidangan itu. Padahal, pemilihan tempat penyelenggaraan acara karena negeri kincir angin itu merupakan negara yang demokratis.
"Sama dengan di sini ada demo, juga tidak apa-apa," kata dia.
Retno menegaskan, pengadilan rakyat internasional ini bukan pengadilan seperti yang dibayangkan banyak orang. Pengadilan ini bukanlah pengadilan sungguhan.
Ia pun meminta semua pihak tak ceroboh menanggapi perkara ini. Pengadilan ini, kata dia, tak sama dengan Pengadilan Kriminal Internasional.
"Jangan sampai ada pendapat dibawa ke ICC (International Criminal Court), bagaimana bisa dibawa ke ICC. Kita bukan
party dari ICC. Kita harus hati-hati baca situasi. Ini pengadilan seperti teaterikal pengadilan di Belanda," kata dia.
Hakim yang hadir dalam persidangan merupakan hakim yang ada di Belanda. Meski begitu, Retno mengatakan, kedatangan hakim itu tak berhubungan dengan pemerintah Belanda. "
No. Mereka toh hadir, hadir sebagai pribadi," pungkas dia.
Pengadilan rakyat internasional salah satu upaya untuk membuktikan terjadinya genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang selama ini tidak pernah diakui negara. Salah satunya tragedi kemanusian 1965.
Saat itu orang-orang yang dituduh komunis dibantai pada masa setelah Gerakan 30 September. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)