Jakarta: Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menyita sejumlah aset tersangka kasus dugaan penipuan investasi program suntik modal alat kesehatan (alkes). Aset itu berupa mobil dan rumah.
"Iya kita sita, ada rumah, mobil," kata Kasubdit V Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Ma'mun saat dikonfirmasi, Rabu, 12 Januari 2022.
Ma'mun mengatakan penyidik juga menyita aset lainnya. Penyitaan aset dilakukan dalam pekan ini.
"(Aset lain) ada sertifikat, buku tabungan, dan handphone," ujar Ma'mun.
Dia belum dapat memerinci nilai aset yang disita. Menurut dia, hal itu akan disampaikan saat konferensi pers dalam waktu dekat.
"Nanti (semua aset yang disita) kita hadirkan, termasuk alkesnya," ucap Ma'mun.
Baca: Begini Kronologi Investasi Alkes Bodong
Polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus investasi alkes bodong. Mereka ialah VAK, 21; BS, 32; DR, 27; dan DA, 26.
Para tersangka mengiming-iming korban keuntungan 10-30 persen yang dapat dicairkan dalam 1-4 minggu. Namun, keuntungan yang dijanjikan berbeda-beda, sesuai hasil penjualan.
Harga jual alkes per boks ditarifkan oleh tersangka VAK sebesar Rp2,1 juta. Dengan keuntungan Rp650 ribu per boks untuk pemesanan di bawah 1.000 boks. Sedangkan, pemesanan di atas 1.000 boks mendapat keuntungan Rp750 ribu per boks.
Para tersangka mengaku menang tender pemerintah. Mereka meyakinkan korban menggunakan surat perintah kerja (SPK) palsu dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Polisi belum memastikan total kerugian korban. Kerugian seluruh korban masih dihitung.
Para tersangka dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara; Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara; Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Kemudian, Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara; dan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Jakarta: Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim
Polri menyita sejumlah aset tersangka kasus dugaan penipuan
investasi program suntik modal alat kesehatan (alkes). Aset itu berupa mobil dan rumah.
"Iya kita sita, ada rumah, mobil," kata Kasubdit V Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Ma'mun saat dikonfirmasi, Rabu, 12 Januari 2022.
Ma'mun mengatakan penyidik juga menyita aset lainnya. Penyitaan aset dilakukan dalam pekan ini.
"(Aset lain) ada sertifikat, buku tabungan, dan
handphone," ujar Ma'mun.
Dia belum dapat memerinci nilai aset yang disita. Menurut dia, hal itu akan disampaikan saat konferensi pers dalam waktu dekat.
"Nanti (semua aset yang disita) kita hadirkan, termasuk alkesnya," ucap Ma'mun.
Baca:
Begini Kronologi Investasi Alkes Bodong
Polisi menetapkan empat tersangka dalam
kasus investasi alkes bodong. Mereka ialah VAK, 21; BS, 32; DR, 27; dan DA, 26.
Para tersangka mengiming-iming korban keuntungan 10-30 persen yang dapat dicairkan dalam 1-4 minggu. Namun, keuntungan yang dijanjikan berbeda-beda, sesuai hasil penjualan.
Harga jual alkes per boks ditarifkan oleh tersangka VAK sebesar Rp2,1 juta. Dengan keuntungan Rp650 ribu per boks untuk pemesanan di bawah 1.000 boks. Sedangkan, pemesanan di atas 1.000 boks mendapat keuntungan Rp750 ribu per boks.
Para tersangka mengaku menang tender pemerintah. Mereka meyakinkan korban menggunakan surat perintah kerja (SPK) palsu dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Polisi belum memastikan total kerugian korban. Kerugian seluruh korban masih dihitung.
Para tersangka dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara; Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara; Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Kemudian, Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara; dan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)