medcom.id, Jakarta: Penangkapan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dua proyek jalan di Bengkulu, menjadi ironi. Pasalnya Ridwan getol meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi daerahnya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan sejak menjabat pada 2016, Ridwan sebetulnya sudah mencanangkan Bengkulu menjadi daerah bebas korupsi. Sayangnya, niat baik Ridwan itu rusak lantaran terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
"Dia sudah mencanangkan sebetulnya akan menjadikan Bengkulu daerah bebas korupsi," kata Alex di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 21 Juni 2017.
KPK, kata Alex, menyayangkan kejadian OTT yang menyeret Ridwan. Namun, hal tersebut bakal menjadi perhatian dari KPK untuk mendorong tata kelola yang lebih baik di Bengkulu.
Ia melanjutkan, Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang terdapat kegiatan koordinasi supervisi pencegahan. Ada empat bidang yang didorong di Provinsi Bengkulu, yakni e-Planning, e-Budgeting, e-Procurement, dan e-Pelayanan terpadu satu pintu atau mengajukan penguatan APIP.
"Kembali lagi, bahwa pengadaan barang dan jasa di daerah itu masih menjadi pusaran korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat di daerah," papar dia.
Sebelumnya, Ridwan bersama istrinya Lily Martiarti Madari dan dua orang pengusaha, Rico Dian Sari dan Jhony Wijaya terjaring dalam OTT pada Selasa, 20 Juni 2017. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap dua proyek jalan di Bengkulu.
Dalam kasus ini, KPK menyita uang Rp1 miliar dalam pecahan Rp100 ribu yang disimpan dalam brankas di rumah Gubernur Bengkulu. Sementara itu, dari tangan Jhony KPK menyita uang Rp260 juta.
Dugaan awal, dari dua proyek yang dimenangkan PT Statika Mitra Sarana (PT SMS) dijanjikan fee Rp4,7 miliar. Dua proyek yang diduga menjadi bahan suap dalam perkara ini yakni pembangunan atau peningkatan jalan Muara Aman, Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp37 miliar.
Kemudian, proyek yang kedua yakni terkait pembangunan atau peningkatan jalan Curug Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai total proyek Rp16 miliar. Dua proyek tersebut apabila ditotal mencapai Rp53 miliar.
Atas perbuatannya, Ridwan, istrinya, dan Rico disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, Johny sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Penangkapan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dua proyek jalan di Bengkulu, menjadi ironi. Pasalnya Ridwan getol meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi daerahnya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan sejak menjabat pada 2016, Ridwan sebetulnya sudah mencanangkan Bengkulu menjadi daerah bebas korupsi. Sayangnya, niat baik Ridwan itu rusak lantaran terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
"Dia sudah mencanangkan sebetulnya akan menjadikan Bengkulu daerah bebas korupsi," kata Alex di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 21 Juni 2017.
KPK, kata Alex, menyayangkan kejadian OTT yang menyeret Ridwan. Namun, hal tersebut bakal menjadi perhatian dari KPK untuk mendorong tata kelola yang lebih baik di Bengkulu.
Ia melanjutkan, Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang terdapat kegiatan koordinasi supervisi pencegahan. Ada empat bidang yang didorong di Provinsi Bengkulu, yakni e-Planning, e-Budgeting, e-Procurement, dan e-Pelayanan terpadu satu pintu atau mengajukan penguatan APIP.
"Kembali lagi, bahwa pengadaan barang dan jasa di daerah itu masih menjadi pusaran korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat di daerah," papar dia.
Sebelumnya, Ridwan bersama istrinya Lily Martiarti Madari dan dua orang pengusaha, Rico Dian Sari dan Jhony Wijaya terjaring dalam OTT pada Selasa, 20 Juni 2017. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap dua proyek jalan di Bengkulu.
Dalam kasus ini, KPK menyita uang Rp1 miliar dalam pecahan Rp100 ribu yang disimpan dalam brankas di rumah Gubernur Bengkulu. Sementara itu, dari tangan Jhony KPK menyita uang Rp260 juta.
Dugaan awal, dari dua proyek yang dimenangkan PT Statika Mitra Sarana (PT SMS) dijanjikan fee Rp4,7 miliar. Dua proyek yang diduga menjadi bahan suap dalam perkara ini yakni pembangunan atau peningkatan jalan Muara Aman, Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp37 miliar.
Kemudian, proyek yang kedua yakni terkait pembangunan atau peningkatan jalan Curug Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai total proyek Rp16 miliar. Dua proyek tersebut apabila ditotal mencapai Rp53 miliar.
Atas perbuatannya, Ridwan, istrinya, dan Rico disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, Johny sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)