Jaksa Agung M. Prasetyo bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian menghadiri HUT Bhakti Kejaksaan di Lapangan Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat 22 Juli 2016. Foto: MI/Galih Pradipta
Jaksa Agung M. Prasetyo bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian menghadiri HUT Bhakti Kejaksaan di Lapangan Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat 22 Juli 2016. Foto: MI/Galih Pradipta

Update

Pesan Jaksa Agung untuk Penolak Hukuman Mati

Lukman Diah Sari • 29 Juli 2016 12:09
medcom.id, Jakarta: Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sadar banyak pihak menolak hukuman mati. Tetapi, kata dia, Kejaksaan Agung mesti menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
 
Jumat dini hari 29 Juli, Kejaksaan Agung mengeksekusi empat terpidana mati kasus narkoba, yakni Freddy Budiman (warga Indonesia), Michael Titus Igweh (Nigeria), Humphrey Ejike (Nigeria), dan Seck Osmane (Senegal).
 
Prasetyo mengatakan, pelaksanaan hukuman mati kepada mereka sudah melalui kajian yang matang baik dari sisi yuridis maupun nonyuridis. Dia menyampaikan turut berduka cita kepada keluarga terpidana mati.

"Yang masih belum sepaham dengan hukuman mati saya berharap kiranya bisa memahami," kata Prasetyo saat memberikan keterangan pers di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
 
Prasetyo mengakui sedianya ada 14 terpidana mati yang dieksekusi dini hari tadi. Namun, setelah mempertimbangkan kajian tim di lapangan, Prasetyo memutuskan menunda eksekusi terhadap 10 terpidana mati.
 
Menurut dia, keputusan ini juga menuai pertanyaan. Ada yang menyalahkan atau mencurigai Kejaksaan Agung. Prasetyo memaknai ini sebagai bentuk dukungan agar eksekusi mati tetap dilaksanakan.
 
Dia juga menegaskan, Kejaksaan Agung mendengar dan memerhatikan semua pendapat, pro maupun kontra, yang selalu muncul menjelang pelaksanaan eksekusi mati. Tetapi, dia berharap masyarakat memahami bahwa yang benar belum tentu baik. Begitu juga sebaliknya.
 
"Sekarang, kita harus melakukan yang baik dan benar termasuk eksekusi mati ini, tinggal dari sudut mana kita memandang."
 
Pria kelahiran Tuban, Jawa Timur, itu mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak di Kejaksaan Agung, kepolisian, pemerintah daerah, lembaga pemasyarakatan, dan masyarakat yang menurutnya berperan aktif memperlancar pelaksanaan hukuman mati jilid tiga ini.
 
"Perjuangan melawan narkoba belum berakhir. Kita harus menjaga ketegasan dan konsistensi," ujar Prasetyo.
 
Prasetyo mengungkapkan, Freddy, Titus, Ejike, dan Osmane, memiliki pengaruh besar di kalangan sindikat pengedar narkoba di Indonesia, baik sebagai bandar, pemasok, penyedia, pengedar, bahkan pembuat.
 
Menurut dia, saat ini Indonesia bukan lagi sebagai tempat transit atau pemasaran narkoba. Bagi terpidana mati tersebut, Indonesia sudah menjadi lahan usaha kejahatan narkoba.
 
"Indonesia sudah cenderung menjadi negara produsen, pengimpor, pengekspor, distributor, bahkan bagian dari pusat jaringan narkoba internasional. Ini patut jadi perhatian kita bersama," tegas Prasetyo.
 
Prasetyo menegaskan, kejahatan narkoba semakin masif merambah hingga ke desa. Penyebaran narkoba sudah sampai dunia pendidikan. Ia menyontohkan, guru besar sebuah universitas pun ada yang menggunakan narkoba.
 
"Anak di bawah umur pun sudah mulai dicoba jadi sasaran penyalahgunaan narkoba," ujar Prasetyo.
 
Data yang dikantongi Prasetyo bahwa saat ini korban penyalahgunaan narkoba di Indonesia lebih dari lima juta orang. Dari jumlah itu 1,5 juta di antaranya sudah tidak mungkin diobati. "Sudah menjadi sampah masyarakat," tegasnya.
 
Prasetyo juga menyebut hampir 40 orang sampai 50 orang setiap hari meninggal karena penyalahgunaan narkoba. Lebih dari 60 persen penghuni lapas terlibat kejahatan narkoba.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan