Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi tengah mendalami adanya dugaan aliran dana suap proyek pembangunan PLTU Riau-I kepada sejumlah pihak. Termasuk dugaan kucuran dana kepada Menteri Sosial Idrus Marham.
Idrus sudah dua kali masuk ruang penyidikan KPK, pertama pada Kamis, 19 Juli 2018 dan teranyar pada Rabu, 26 Juli 2018. Dia diperiksa sebagai saksi untuk dua tersangka dalam kasus ini yakni Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
"Yang kami klarifikasi adalah sejauh mana pengetahuan saksi terkait dengan pertemuan-pertemuan, dan juga informasi aliran dana, itu yang kami dalami," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 2 Agustus 2018.
Tak hanya itu, Lembaga Antirasuah juga menduga Idrus sudah sejak awal mengetahui skandal suap proyek bernilai USD900 juta tersebut. Saat itu, Idrus menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar.
"Kalau dilihat dari tempus delicti-nya, kapan peristiwa itu terjadi, jadi posisi saksi Idrus Marham memang belum menjadi menteri sosial, masih di Partai Golkar," ujarnya.
Febri menegaskan kaitan Idrus dalam kasus suap PLTU Riau-I ini cukup erat. Untuk itu, meski sudah mengatongi bukti otentik seperti CCTV dan dan rekaman sadapan, menurut Febri, tim penyidik masih harus mengklarifikasi langsung kepada Idrus.
"Karena itulah perlu dilakukan klarifikasi lebih lanjut, dan pemeriksaan cukup panjang ya kalau disimak beberapa waktu lalu, itu artinya ada sejumlah hal yang perlu kami kroschek, perlu diklarifikasi, sehingga informasi didapat KPK (dielaborasi) dengan mencari keterangan saksi di ruang pemeriksaan," pungkas Febri.
KPK tengah mendalami dugaan kongkalingkong pihak PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait pembahasan proyek pembangunan PLTU Riau-I. Salah satunya terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Resources Limited menjadi anggota konsorsium yang menggarap proyek tersebut.
Dalam proses perjalanan proyek ini, diduga PT PLN melalui anak usahanya yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menunjuk perusahaan Blackgold Natural Resources Limited untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-I. Selain Blackgold dan PT PJB, perusahaan lain yang terlibat dalam konsorsium ini yaitu China Huadian Engineering dan PT PLN Batu Bara.
KPK mengendus adanya peran Eni, Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dan Sofyan Basir untuk memuluskan Blackgold masuk konsorsium proyek ini. Idrus Marham dan Sofyan Basir pun mengakui mengenal dekat kedua tersangka ini.
Tak hanya itu, Eni dari balik jeruji besi mengakui ada peran Sofyan dan Kotjo sampai akhirnya PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.
Proyek pembangunan PLTU Riau-I ini merupakan bagian dari program tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah menargetkan PLTU Riau-I bisa beroperasi pada 2020/2021.
Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-I.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka. Eni diduga telah menerima suap Rp4,8 miliar dari Johannes untuk mengatur Blackgold Natural Resources Limited masuk dalam konsorsium penggarap proyek PLTU Riau 1.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi tengah mendalami adanya dugaan aliran dana suap proyek pembangunan PLTU Riau-I kepada sejumlah pihak. Termasuk dugaan kucuran dana kepada Menteri Sosial Idrus Marham.
Idrus sudah dua kali masuk ruang penyidikan KPK, pertama pada Kamis, 19 Juli 2018 dan teranyar pada Rabu, 26 Juli 2018. Dia diperiksa sebagai saksi untuk dua tersangka dalam kasus ini yakni Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
"Yang kami klarifikasi adalah sejauh mana pengetahuan saksi terkait dengan pertemuan-pertemuan, dan juga informasi aliran dana, itu yang kami dalami," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 2 Agustus 2018.
Tak hanya itu, Lembaga Antirasuah juga menduga Idrus sudah sejak awal mengetahui skandal suap proyek bernilai USD900 juta tersebut. Saat itu, Idrus menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar.
"Kalau dilihat dari tempus delicti-nya, kapan peristiwa itu terjadi, jadi posisi saksi Idrus Marham memang belum menjadi menteri sosial, masih di Partai Golkar," ujarnya.
Febri menegaskan kaitan Idrus dalam kasus suap PLTU Riau-I ini cukup erat. Untuk itu, meski sudah mengatongi bukti otentik seperti CCTV dan dan rekaman sadapan, menurut Febri, tim penyidik masih harus mengklarifikasi langsung kepada Idrus.
"Karena itulah perlu dilakukan klarifikasi lebih lanjut, dan pemeriksaan cukup panjang ya kalau disimak beberapa waktu lalu, itu artinya ada sejumlah hal yang perlu kami kroschek, perlu diklarifikasi, sehingga informasi didapat KPK (dielaborasi) dengan mencari keterangan saksi di ruang pemeriksaan," pungkas Febri.
KPK tengah mendalami dugaan kongkalingkong pihak PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait pembahasan proyek pembangunan PLTU Riau-I. Salah satunya terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Resources Limited menjadi anggota konsorsium yang menggarap proyek tersebut.
Dalam proses perjalanan proyek ini, diduga PT PLN melalui anak usahanya yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menunjuk perusahaan Blackgold Natural Resources Limited untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-I. Selain Blackgold dan PT PJB, perusahaan lain yang terlibat dalam konsorsium ini yaitu China Huadian Engineering dan PT PLN Batu Bara.
KPK mengendus adanya peran Eni, Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dan Sofyan Basir untuk memuluskan Blackgold masuk konsorsium proyek ini. Idrus Marham dan Sofyan Basir pun mengakui mengenal dekat kedua tersangka ini.
Tak hanya itu, Eni dari balik jeruji besi mengakui ada peran Sofyan dan Kotjo sampai akhirnya PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.
Proyek pembangunan PLTU Riau-I ini merupakan bagian dari program tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah menargetkan PLTU Riau-I bisa beroperasi pada 2020/2021.
Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-I.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka. Eni diduga telah menerima suap Rp4,8 miliar dari Johannes untuk mengatur Blackgold Natural Resources Limited masuk dalam konsorsium penggarap proyek PLTU Riau 1.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)