medcom.id, Jakarta: Ternyata hukuman mati masih dinilai memiliki aspek positif meskipun banyak menuai banyak protes jika dilihat dari aspek kemanusiaan. Pidana mati dinilai bisa menghemat anggaran pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan.
"Memang kalau secara ekonomis, itu bisa sangat menghemat. Karena pidana mati tidak membuat dia (terpidana) menjadi beban lagi untuk pemerintah," kata pengamat hukum pidana Mompang Panggabean di Kantor Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/2/2015).
Mompang menceritakan, banyak petugas di lembaga pemasyarakatan yang mengeluhkan adanya beban ekonomi yang menimpa di Ditjen Pemasyarakatan. Sebab, pemenuhan kebutuhan penghuni lapas otomatis menjadi kewajiban lapas.
"Ketika seseorang harus masuk (lapas), dikasih makan tiga kali sehari. Tetapi, angka di balik itu tidak sedikit," imbuh Mompang.
Meski dibilang ekonomis, Mompang sadar bahwa penggunaan hukuman mati tetap tidak menimbulkan penurunan peredaran narkoba. Bahkan, sudah banyak penelitian yang mengatakan bahwa pidana yang berat tidak menjamin akan mengurangi kejahatan.
"Itu merupakan suatu realita yang sudah diteliti oleh banyak pakar hukum pidana. Bahwa sebenarnya sanksi pidana yang seberat-beratnya itu, tidak membuat kejahatan tertentu menurun. Salah satu contohnya narkotika," ujar Mompang.
Menurut Mompang, setelah eksekusi mati tahap satu oleh Kejagung beberapa waktu lalu, tidak membuat pemberitaan tentang peredaran narkoba itu semakin menurun. Bahkan, justru pemberitaan yang ada saat ini semakin banyak temuan-temuan dan sitaan dalam kuantitas yang lebih besar.
"Jadi, itu tidak bisa menjadi suatu ukuran. Karena pidana yang berat itu tidak menjamain alat untuk menangkal kejahatan," pungkas Mompang.
medcom.id, Jakarta: Ternyata hukuman mati masih dinilai memiliki aspek positif meskipun banyak menuai banyak protes jika dilihat dari aspek kemanusiaan. Pidana mati dinilai bisa menghemat anggaran pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan.
"Memang kalau secara ekonomis, itu bisa sangat menghemat. Karena pidana mati tidak membuat dia (terpidana) menjadi beban lagi untuk pemerintah," kata pengamat hukum pidana Mompang Panggabean di Kantor Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/2/2015).
Mompang menceritakan, banyak petugas di lembaga pemasyarakatan yang mengeluhkan adanya beban ekonomi yang menimpa di Ditjen Pemasyarakatan. Sebab, pemenuhan kebutuhan penghuni lapas otomatis menjadi kewajiban lapas.
"Ketika seseorang harus masuk (lapas), dikasih makan tiga kali sehari. Tetapi, angka di balik itu tidak sedikit," imbuh Mompang.
Meski dibilang ekonomis, Mompang sadar bahwa penggunaan hukuman mati tetap tidak menimbulkan penurunan peredaran narkoba. Bahkan, sudah banyak penelitian yang mengatakan bahwa pidana yang berat tidak menjamin akan mengurangi kejahatan.
"Itu merupakan suatu realita yang sudah diteliti oleh banyak pakar hukum pidana. Bahwa sebenarnya sanksi pidana yang seberat-beratnya itu, tidak membuat kejahatan tertentu menurun. Salah satu contohnya narkotika," ujar Mompang.
Menurut Mompang, setelah eksekusi mati tahap satu oleh Kejagung beberapa waktu lalu, tidak membuat pemberitaan tentang peredaran narkoba itu semakin menurun. Bahkan, justru pemberitaan yang ada saat ini semakin banyak temuan-temuan dan sitaan dalam kuantitas yang lebih besar.
"Jadi, itu tidak bisa menjadi suatu ukuran. Karena pidana yang berat itu tidak menjamain alat untuk menangkal kejahatan," pungkas Mompang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)