Plt juru bicara KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Candra
Plt juru bicara KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Candra

KPK Menduga Aa Umbara Menginisiasi Pengadaan Bansos di Bandung Barat

Candra Yuri Nuralam • 23 Juli 2021 11:53
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa enam saksi dalam kasus dugaan rasuah penanganan barang tanggap darurat pandemi covid-19 di Bandung Barat pada Kamis, 22 Juli 2021. Mereka diminta menjelaskan dugaan Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna menginisiasi pengadaan bantuan sosial (bansos).
 
"Tim penyidik mengonfirmasi keterangan para saksi, antara lain terkait dengan dugaan adanya pembahasan pengadaan paket Bansos yang di awal telah inisiasi oleh tersangka AUM (Aa Umbara Sutisna) agar didapatkan oleh pihak-pihak tertentu," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 23 Juli 2021.
 
Saksi yang diperiksa, yakni Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Riki Riadi; Karyawan Honorer Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung Barat Ajeng Dahlia; Kabag Pengadaan barang jasa Pemkab Bandung Barat Anni Roslianti; dan Direktur Utama PT Jagat Dirgantara Asep Cahyadinata. Kemudian, pihak swasta Asep Saepudin; serta Kasi Pemeliharaan jalan dan jembatan PUPR KBB Chandra Kusuma.

Ali enggan memerinci cara Aa Umbara mengatur perusahaan yang akan menjadi vendor bansos di Bandung Barat. Namun, keterangan para saksi sudah dicatat untuk didalami lebih lanjut.
 
Baca: KPK Dalami Aliran Rasuah dari Gitaris The Changcuters ke Aa Umbara
 
Aa Umbara ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan anaknya, Andri Wibawa, dan pemilik PT Jagat Dir Gantara M. Totoh Gunawan. Korupsi ini terjadi saat Pemerintah Kabupaten Bandung Barat mengeluarkan anggaran penanggulangan covid-19. Dana itu dikeluarkan dengan cara melakukan refocusing APBD 2020 pada belanja tidak terduga.
 
Usai duit itu keluar, Aa Umbara bertemu Totoh pada April 2020. Keduanya membahas proyek pengadaan sembako untuk bansos pada Dinas Sosial Bandung Barat dengan kesepakatan commitment fee enam persen.
 
Setelah melakukan pertemuan itu, Aa Umbara memerintahkan Kepala Dinas Sosial Bandung Barat dan Kepala UKPBJ Bandung Barat menunjuk langsung perusahaan Totoh sebagai penyedia sembako bansos. Setelah perusahaan Totoh terpilih, Aa Umbara ingin anaknya menjadi penyuplai sembako.
 
Permintaan itu dilakukan Aa Umbara pada Mei 2020. Untuk memenangkan Andri, Aa Umbara meminta bantuan Kepala Dinas Sosial Bandung Barat dan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Dinas Sosial.
 
Kerja sama Dinas Sosial Bandung Barat dengan perusahaan Andri, dan Totoh berlangsung sejak April sampai Agustus 2020. Proyek itu sudah memakan anggaran Rp52,1 miliar.
 
Dalam pengadaan sembako bansos itu, Andri dibayar Rp36 miliar dan menerima keuntungan Rp2,7 miliar. Sementara itu, Totoh dibayar Rp15,8 miliar dan menerima keuntungan Rp2 miliar. Aa Umbara diduga menerima uang Rp1 miliar dari penanganan sembako itu.
 
Aa Umbara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 56 KUHP.
 
Sedangkan Andri dan Totok disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 56 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan