Jakarta: Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun diduga karena dipengaruhi sejumlah indikator. Selain revisi Undang-Undang KPK dan pelanggaran kode etik pimpinan KPK, juga kasus yang ditangani KPK yang diklaim berjalan di luar kewenangan, salah satunya kasus pengadaan Helikopter AW-101.
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyebut proses hukum kasus Helikopter AW-101 terlihat aneh sejak dimulai penyelidikan tahun 2017.
"Saya tergelitik, audit harusnya dilakukan BPKP, bukan internal KPK. KPK tidak punya kewenangan untuk melakukan audit," kata Margarito dalam diskusi bertajuk 'Persepsi Korupsi Melorot, Kinerja Pemberantasan Korupsi Disorot' di Jakarta.
Margarito mengakui, memang saat dilakukan praperadilan terbukti kasus itu layak untuk dilanjut ke proses persidangan. Tetapi bagi Margarito, tetap masih ada masalah dalam pelaksanaannya.
"Kita tidak mau ada pemberantasan korupsi yang prosesnya di luar kewenangan. Begitu hukum bobrok, habis bangsa ini," katanya.
Anggota Komisi III DPR Wayan Sudirta mengatakan, banyak hal di KPK yang harus dibenahi, seperti lemahnya integritas dan kualitas penegak hukum di sejumlah bidang, seperti pengadaan barang dan jasa serta perizinan.
"KPK juga kurang kordinasi dan supervisi. Banyak sekali kekurangan KPK yang dibahas di Komisi III. Reformasi birokrasi sudah dimulai tapi masih tertatih-tatih," kata Wayan.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan apa yang dilakukan KPK dalam kasus Helikopter AW-101 adalah perkara teknis semata.
Margarito melanjutkan, KPK tetap berada di luar jalur dan mengenyampingkan prinsip proses hukum yang baik.
"Terkait nama baik yang tercemar karena proses hukum, suka atau tidak suka, penegakan hukum harus ditakar dengan prinsip-prinsip yang beres dulu. Jadi tidak boleh serampangan," kata Margarito.
Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 turun empat poin menjadi 34 dari sebelumnya 38. Dengan raihan tersebut, Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.
Diketahui, skor IPK mulai dari 0 hingga 100. 0 artinya sangat korup sementara 100 sangat bersih. Pada 2021, skor IPK Indonesia adalah 38 dengan peringkat 96.
Jakarta: Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun diduga karena dipengaruhi sejumlah indikator. Selain revisi Undang-Undang KPK dan pelanggaran kode etik pimpinan KPK, juga kasus yang ditangani KPK yang diklaim berjalan di luar kewenangan, salah satunya kasus pengadaan Helikopter AW-101.
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyebut proses hukum kasus Helikopter AW-101 terlihat aneh sejak dimulai penyelidikan tahun 2017.
"Saya tergelitik, audit harusnya dilakukan BPKP, bukan internal KPK. KPK tidak punya kewenangan untuk melakukan audit," kata Margarito dalam diskusi bertajuk 'Persepsi Korupsi Melorot, Kinerja Pemberantasan Korupsi Disorot' di Jakarta.
Margarito mengakui, memang saat dilakukan praperadilan terbukti kasus itu layak untuk dilanjut ke proses persidangan. Tetapi bagi Margarito, tetap masih ada masalah dalam pelaksanaannya.
"Kita tidak mau ada pemberantasan korupsi yang prosesnya di luar kewenangan. Begitu hukum bobrok, habis bangsa ini," katanya.
Anggota Komisi III DPR Wayan Sudirta mengatakan, banyak hal di KPK yang harus dibenahi, seperti lemahnya integritas dan kualitas penegak hukum di sejumlah bidang, seperti pengadaan barang dan jasa serta perizinan.
"KPK juga kurang kordinasi dan supervisi. Banyak sekali kekurangan KPK yang dibahas di Komisi III. Reformasi birokrasi sudah dimulai tapi masih tertatih-tatih," kata Wayan.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan apa yang dilakukan KPK dalam kasus Helikopter AW-101 adalah perkara teknis semata.
Margarito melanjutkan, KPK tetap berada di luar jalur dan mengenyampingkan prinsip proses hukum yang baik.
"Terkait nama baik yang tercemar karena proses hukum, suka atau tidak suka, penegakan hukum harus ditakar dengan prinsip-prinsip yang beres dulu. Jadi tidak boleh serampangan," kata Margarito.
Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 turun empat poin menjadi 34 dari sebelumnya 38. Dengan raihan tersebut, Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.
Diketahui, skor IPK mulai dari 0 hingga 100. 0 artinya sangat korup sementara 100 sangat bersih. Pada 2021, skor IPK Indonesia adalah 38 dengan peringkat 96.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)