medcom.id, Jakarta: Lembaga pemasyarakatan (LP) justru bisa menjadi sekolah bagi pelaku kriminalitas untuk menjadi lebih profesional jika pembinaan terhadap para narapidana (napi) itu gagal.
LP sebenarnya memiliki badan pemasyarakatan yang mengintegrasikan residivis kembali ke lingkungan sosialnya. Hal itu perlu disebarkan ke masyarakat supaya tidak menolak atau menjauhi mantan residivis.
Pendapat itu disampaikan kriminolog Universitas Indonesia Thomas Sunaryo dan anggota Komisi III DPR Nasir Jamil saat dihubungi, Kamis malam (29/12/2016).
Kegagalan pembinaan di LP yang dimaksud Sunaryo dan Nasir itu terkait kasus perampokan dan pembunuhan satu keluarga di Pulomas, Jakarta Timur.
Para pelaku ternyata pemain lama yang pernah dipenjara, tetapi kembali merampok setelah bebas.
Pelaku Ramlan Butar-Butar, misalnya, ternyata residivis yang merampok berulang kali. Bahkan pada kasus perampokan di Depok pada 2015, kasusnya tidak pernah disidangkan, padahal sudah P-21 (berkas lengkap).
"LP menjadi sekolah bagi pelaku kejahatan akibat bergaul dengan narapidana lain. Mereka juga belajar dari petugas LP bagaimana mencari uang di dalam," kata Sunaryo.
Sementara itu, Nasir mengatakan seharusnya ada profiling pelaku yang terintegrasi mulai kepolisian sampai LP.
"Bila ada rekaman kejahatan pelaku, jaksa, hakim dapat membuat putusan hukuman yang setimpal. Sayangnya selama ini profiling tidak terintegrasi."
Di sisi lain, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengelak tudingan kembalinya residivis Ramlan merampok akibat lemahnya pembinaan di LP. Menurutnya, kepekaan mengulangi kejahatan oleh narapidana sulit dibendung.
Solusinya, sambung Yasonna, pengadilan dan aparat penegak hukum harus memberikan perlakuan yang menjerakan.
"(Perilaku Ramlan) itu bukan salah saya dan pihak LP. Hukumannya itu yang rendah," ujar Yasonna di Kantor Kemenkum dan HAM, Jakarta.
Ramlan Tidak Disidang
Di tempat terpisah, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaaan Negeri Depok Priatmaji Dutaning Prawiro membenarkan bahwa pihaknya pernah menerima berkas perkara atas tersangka Ramlan dari Polres Depok, tetapi hingga kini belum pernah menyidangkannya.
"Berkas itu diterima 2015 atas kasus perampokan dan penyekapan di rumah Wong Shu Lin, warga Korea di Kelurahan Cilangkap, Tapos, Kota Depok. Tapi kami menerima surat dari kepolisian Nomor B/1530/IX/2015 isinya permohonan pembantaran terhadap Rumah Sakit Polri untuk tahanan Ramlan," tandasnya.
Kepala Biro Penerangan Umum Polri Brigadir Jenderal Rikwanto mengakui Ramlan ditangkap pada 15 Agustus 2015 dan ditahan sehari setelahnya. Namun, pada 2 September, penyidik mengeluarkan surat perintah pembantaran sehingga Ramlan tidak ditahan karena sakit.
"Penyidik mengeluarkan surat penangguhan dan pada 17 Oktober 2015 ia diperintahkan untuk wajib lapor. Namun, Ramlan tidak melakukan wajib lapor selama dua kali berturut-turut sehingga polisi menyatakan Ramlan sebagai buron. Diterbitkan DPO pada 25 Oktober 2015," kata Rikwanto.
Hingga kemarin, polisi kembali menangkap satu pelaku perampok di Pulomas, Jakarta Timur, yakni Alfins Bernius Sinaga. Ia ditangkap di Perumahan Vilamas, Bekasi, Jawa Barat, Rabu malam 28 Desember. Polisi masih memburu seorang pelaku, yakni Yus Pane.
medcom.id, Jakarta: Lembaga pemasyarakatan (LP) justru bisa menjadi sekolah bagi pelaku kriminalitas untuk menjadi lebih profesional jika pembinaan terhadap para narapidana (napi) itu gagal.
LP sebenarnya memiliki badan pemasyarakatan yang mengintegrasikan residivis kembali ke lingkungan sosialnya. Hal itu perlu disebarkan ke masyarakat supaya tidak menolak atau menjauhi mantan residivis.
Pendapat itu disampaikan kriminolog Universitas Indonesia Thomas Sunaryo dan anggota Komisi III DPR Nasir Jamil saat dihubungi, Kamis malam (29/12/2016).
Kegagalan pembinaan di LP yang dimaksud Sunaryo dan Nasir itu terkait kasus perampokan dan pembunuhan satu keluarga di Pulomas, Jakarta Timur.
Para pelaku ternyata pemain lama yang pernah dipenjara, tetapi kembali merampok setelah bebas.
Pelaku Ramlan Butar-Butar, misalnya, ternyata residivis yang merampok berulang kali. Bahkan pada kasus perampokan di Depok pada 2015, kasusnya tidak pernah disidangkan, padahal sudah P-21 (berkas lengkap).
"LP menjadi sekolah bagi pelaku kejahatan akibat bergaul dengan narapidana lain. Mereka juga belajar dari petugas LP bagaimana mencari uang di dalam," kata Sunaryo.
Sementara itu, Nasir mengatakan seharusnya ada profiling pelaku yang terintegrasi mulai kepolisian sampai LP.
"Bila ada rekaman kejahatan pelaku, jaksa, hakim dapat membuat putusan hukuman yang setimpal. Sayangnya selama ini profiling tidak terintegrasi."
Di sisi lain, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengelak tudingan kembalinya residivis Ramlan merampok akibat lemahnya pembinaan di LP. Menurutnya, kepekaan mengulangi kejahatan oleh narapidana sulit dibendung.
Solusinya, sambung Yasonna, pengadilan dan aparat penegak hukum harus memberikan perlakuan yang menjerakan.
"(Perilaku Ramlan) itu bukan salah saya dan pihak LP. Hukumannya itu yang rendah," ujar Yasonna di Kantor Kemenkum dan HAM, Jakarta.
Ramlan Tidak Disidang
Di tempat terpisah, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaaan Negeri Depok Priatmaji Dutaning Prawiro membenarkan bahwa pihaknya pernah menerima berkas perkara atas tersangka Ramlan dari Polres Depok, tetapi hingga kini belum pernah menyidangkannya.
"Berkas itu diterima 2015 atas kasus perampokan dan penyekapan di rumah Wong Shu Lin, warga Korea di Kelurahan Cilangkap, Tapos, Kota Depok. Tapi kami menerima surat dari kepolisian Nomor B/1530/IX/2015 isinya permohonan pembantaran terhadap Rumah Sakit Polri untuk tahanan Ramlan," tandasnya.
Kepala Biro Penerangan Umum Polri Brigadir Jenderal Rikwanto mengakui Ramlan ditangkap pada 15 Agustus 2015 dan ditahan sehari setelahnya. Namun, pada 2 September, penyidik mengeluarkan surat perintah pembantaran sehingga Ramlan tidak ditahan karena sakit.
"Penyidik mengeluarkan surat penangguhan dan pada 17 Oktober 2015 ia diperintahkan untuk wajib lapor. Namun, Ramlan tidak melakukan wajib lapor selama dua kali berturut-turut sehingga polisi menyatakan Ramlan sebagai buron. Diterbitkan DPO pada 25 Oktober 2015," kata Rikwanto.
Hingga kemarin, polisi kembali menangkap satu pelaku perampok di Pulomas, Jakarta Timur, yakni Alfins Bernius Sinaga. Ia ditangkap di Perumahan Vilamas, Bekasi, Jawa Barat, Rabu malam 28 Desember. Polisi masih memburu seorang pelaku, yakni Yus Pane.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(TRK)