Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I, khususnya para Direksi PLN bersikap kooperatif. Para saksi diminta jujur saat memberi keterangan kepada penyidik, apalagi jika mendapat intimidasi dari tersangka Direktur Utama Sofyan Basir.
"Itu yang kami ingatkan ya, jadi kalau saksi dipanggil datang dan buka keterangan sejujur-jujurnya dan seluas-luasnya kalau ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi saksi sampaikan ke KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 25 April 2019.
Lembaga Antirasuah menjamin keselamatan anak buah Sofyan jika memberi pengakuan yang benar kepada penyidik. Di sisi lain, KPK juga tidak akan segan-segan menjerat para pihak yang mencoba menghalangi proses penyidikan kasus ini.
"Jadi kalau ada upaya-upaya untuk menghambat penanganan perkara ini maka ada risiko pidana yang diatur di pasal 21 'obstruction of justice'," kata Febri.
Febri memastikan penyidik memiliki bukti kuat tentang keterlibatan bos PLN itu dalam kasus suap PLTU Riau-I tersebut. Bahkan, peran Sofyan melapangkan perusahaan Blackgold Natural Recourses Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai penggarap proyek telah dirinci jaksa penuntut dalam persidangan.
"Kami akan membuktikan ada peran dan perbuatan bersama-sama atau membantu terjadinya tindak pidana dalam konteks penggunaan pasal 55 dan 56 tersebut," pungkasnya.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Baca: KPK Tunggu Sofyan Basir Kembali dari Luar Negeri
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I, khususnya para Direksi PLN bersikap kooperatif. Para saksi diminta jujur saat memberi keterangan kepada penyidik, apalagi jika mendapat intimidasi dari tersangka Direktur Utama Sofyan Basir.
"Itu yang kami ingatkan ya, jadi kalau saksi dipanggil datang dan buka keterangan sejujur-jujurnya dan seluas-luasnya kalau ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi saksi sampaikan ke KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 25 April 2019.
Lembaga Antirasuah menjamin keselamatan anak buah Sofyan jika memberi pengakuan yang benar kepada penyidik. Di sisi lain, KPK juga tidak akan segan-segan menjerat para pihak yang mencoba menghalangi proses penyidikan kasus ini.
"Jadi kalau ada upaya-upaya untuk menghambat penanganan perkara ini maka ada risiko pidana yang diatur di pasal 21 'obstruction of justice'," kata Febri.
Febri memastikan penyidik memiliki bukti kuat tentang keterlibatan bos PLN itu dalam kasus suap PLTU Riau-I tersebut. Bahkan, peran Sofyan melapangkan perusahaan Blackgold Natural Recourses Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai penggarap proyek telah dirinci jaksa penuntut dalam persidangan.
"Kami akan membuktikan ada peran dan perbuatan bersama-sama atau membantu terjadinya tindak pidana dalam konteks penggunaan pasal 55 dan 56 tersebut," pungkasnya.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Baca: KPK Tunggu Sofyan Basir Kembali dari Luar Negeri
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)