Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) memperingatkan pihak-pihak yang dimintai keterangan dalam sebuah perkara pidana, untuk bekerja sama. Apabila tidak mau memberikan keterangan, ada konsekuensi bagi saksi.
"Apa pun dari perbuatan yang dilakukan ada konsekuensinya," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Supardi di Jakarta, Rabu, 3 November 2021.
Peringatan itu merujuk pada tujuh tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019. Mereka berurusan dengan hukum karena karena menghalangi penyidikan kasus tersebut.
Ketujuh tersangka tidak bersedia memberikan keterangan. Mereka dikenakan Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Pasal 21 atau Pasal 22 itu juga pasal korupsi toh. Intinya Pasal 21 itu menghalang-halangi penyidikan, Pasal 22 itu tidak mau memberikan keterangan," kata Supardi.
Walau datang ke Gedung Bundar Kejagung, mereka tak memberikan keterangan dengan dalih belum ada kerugian negara hingga tersangka. Kejagung sejatinya membutuhkan keterangan terkait apa yang dilihat, didengarkan, dan dialami saksi terkait kasus di LPEI.
Di sisi lain, ini kali pertama penyidik Kejagung menerapkan Pasal 21 dan Pasal 22. Supardi menyebutkan hal ini sebagai peringatan agar tidak ada pihak lainnya yang nekat merintangi penyidikan.
"Pesan saya, ketika ada proses hukum, ayo bantu kami sampaikan apa yang dilihat, didengar, dan dialami. Karena kami tidak akan memanggil orang kalau tidak ada rentetan dengan peristiwa yang lain. Jadi, berdasarkan dari alat bukti yang lain ini perlu dipanggil, maka perlu untuk memberikan keterangan," kata Supardi.
Jakarta:
Kejaksaan Agung (Kejagung) memperingatkan pihak-pihak yang dimintai keterangan dalam sebuah perkara pidana, untuk bekerja sama. Apabila tidak mau memberikan keterangan, ada konsekuensi bagi saksi.
"Apa pun dari perbuatan yang dilakukan ada konsekuensinya," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Supardi di Jakarta, Rabu, 3 November 2021.
Peringatan itu merujuk pada tujuh tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019. Mereka berurusan dengan hukum karena karena menghalangi penyidikan kasus tersebut.
Ketujuh tersangka tidak bersedia memberikan keterangan. Mereka dikenakan Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Pasal 21 atau Pasal 22 itu juga pasal korupsi toh. Intinya Pasal 21 itu
menghalang-halangi penyidikan, Pasal 22 itu tidak mau memberikan keterangan," kata Supardi.
Walau datang ke Gedung Bundar
Kejagung, mereka tak memberikan keterangan dengan dalih belum ada kerugian negara hingga tersangka. Kejagung sejatinya membutuhkan keterangan terkait apa yang dilihat, didengarkan, dan dialami saksi terkait kasus di LPEI.
Di sisi lain, ini kali pertama penyidik Kejagung menerapkan Pasal 21 dan Pasal 22. Supardi menyebutkan hal ini sebagai peringatan agar tidak ada pihak lainnya yang nekat merintangi penyidikan.
"Pesan saya, ketika ada proses hukum, ayo bantu kami sampaikan apa yang dilihat, didengar, dan dialami. Karena kami tidak akan memanggil orang kalau tidak ada rentetan dengan peristiwa yang lain. Jadi, berdasarkan dari alat bukti yang lain ini perlu dipanggil, maka perlu untuk memberikan keterangan," kata Supardi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)