medcom.id, Jakarta: Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng didakwa melakukan dua tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Swie Teng didakwa merintangi penyidikan pemeriksaan serta menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin sejumlah Rp5 miliar.
"Terdakwa Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Surya Nelli saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Dalam uraiannya, Jaksa Nelli mengatakan, usai kasus penyuapan pada Yasin mencuat, Swie Teng yang juga Presiden Direktur Sentul City Tbk itu memerintahkan anak buahnya untuk memindahkan dokumen yang berhubungan dengan proses pengurusan Rekomendasi Tukar Menukar Kawasan Hutan seluas 2.754,85 HA atas nama PT BJA Kepada Bupati Bogor.
Tak sampai di situ, dia juga memerintahkan Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh Jo Shien alias Nini menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) antara PT Briliant Perdana Sakti (PT BPS) dan PT Multihouse Indonesia sebesar Rp4 miliar.
"Sehingga seolah-olah uang tersebut merupakan transaksi jual beli dan tidak ada hubungannya dengan pemberian suap kepada Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor," jelas Nelli.
Agar semakin mulus, dia kembali menyuruh anak buahnya untuk bersaksi tidak benar di hadapan penyidik KPK. Dia meminta supaya anak buahnya bersaksi atas kepemilikan PT BPS ditangan adiknya, Haryadi Kumala. Padahal, kata Nelli, perusahaan itu adalah milik Swie Teng.
"Terdakwa menyuruh Rossely Tjung, Suwito, Dian Purwheny alias Dian dan saksi lainnya untuk memberikan keterangan tidak benar di hadapan penyidik terkait uang sebesar Rp4 miliar dari PT BPS ke PT Multihouse Indonesia atas persetujuan Haryadi Kumala untuk diberikan pada Rachmat Yasin," pungkas dia.
Terkait perbuatannya, dia didakwa melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana dalam dakwaan pertama.
medcom.id, Jakarta: Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng didakwa melakukan dua tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Swie Teng didakwa merintangi penyidikan pemeriksaan serta menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin sejumlah Rp5 miliar.
"Terdakwa Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Surya Nelli saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Dalam uraiannya, Jaksa Nelli mengatakan, usai kasus penyuapan pada Yasin mencuat, Swie Teng yang juga Presiden Direktur Sentul City Tbk itu memerintahkan anak buahnya untuk memindahkan dokumen yang berhubungan dengan proses pengurusan Rekomendasi Tukar Menukar Kawasan Hutan seluas 2.754,85 HA atas nama PT BJA Kepada Bupati Bogor.
Tak sampai di situ, dia juga memerintahkan Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh Jo Shien alias Nini menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) antara PT Briliant Perdana Sakti (PT BPS) dan PT Multihouse Indonesia sebesar Rp4 miliar.
"Sehingga seolah-olah uang tersebut merupakan transaksi jual beli dan tidak ada hubungannya dengan pemberian suap kepada Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor," jelas Nelli.
Agar semakin mulus, dia kembali menyuruh anak buahnya untuk bersaksi tidak benar di hadapan penyidik KPK. Dia meminta supaya anak buahnya bersaksi atas kepemilikan PT BPS ditangan adiknya, Haryadi Kumala. Padahal, kata Nelli, perusahaan itu adalah milik Swie Teng.
"Terdakwa menyuruh Rossely Tjung, Suwito, Dian Purwheny alias Dian dan saksi lainnya untuk memberikan keterangan tidak benar di hadapan penyidik terkait uang sebesar Rp4 miliar dari PT BPS ke PT Multihouse Indonesia atas persetujuan Haryadi Kumala untuk diberikan pada Rachmat Yasin," pungkas dia.
Terkait perbuatannya, dia didakwa melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana dalam dakwaan pertama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)