Jakarta: Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Executive Vice President (EVP) Finance PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Handrito Harjono. Dia diperiksa terkait kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero).
“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA (mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 23 September 2019.
Penyidik juga memanggil empat saksi lain, yakni mantan EVP Operation PT Garuda Indonesia, Novianto Herupratomo; mantan EVP Finance PT Garuda Indonesia, Eddy Porwanto; mantan EVP Service PT Garuda Indonesia, Arya Respati Suryono; dan mantan EVP Finance PT Garuda Indonesia, Handrito Harjoni.
“Keterangan para saksi dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka ESA,” tegas Febri.
KPK menetapkan Emirsyah bersama mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedardjo, dan mantan Direktur Teknik dan Pengelola Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno, sebagai tersangka kasus ini. Ketiganya diduga menerima sejumlah uang dari Rolls-Royce atas pengadaan pesawat tahun anggaran 2008-2013.
Emirsyah dan Soetikno menerima suap dalam bentuk uang transfer dan aset yang nilainya mencapai lebih dari US$4 juta atau setara dengan Rp52 miliar dari perusahaan asal Inggris itu. Suap diberikan melalui Soetikno dalam kapasitasnya sebagai pengendali utama atau beneficial owner Connaught International Pte Ltd.
Suap terjadi selama Emirsyah menjabat sebagai direktur utama PT Garuda Indonesia pada 2005 hingga 2014. Dia juga disinyalir menerima suap terkait pembelian pesawat dari Airbus.
Dari hasil pengembangan, Emirsyah dan Soetikno kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang. Emirsyah diduga membeli rumah di Pondok Indah senilai Rp5,79 miliar.
Dia juga diduga mengirimkan uang ke rekening perusahaannya di Singapura sebanyak US$680 ribu (Rp9,57 miliar) dan EUR1,02 juta (Rp15,78 miliar). Fulus itu salah satunya untuk melunasi apartemennya di Singapura seharga SGD1,2 juta (Rp12,26 miliar). Uang itu diduga dari hasil suap pengadaan pesawat di perusahaan pelat merah tersebut.
Jakarta: Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Executive Vice President (EVP) Finance PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Handrito Harjono. Dia diperiksa terkait kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero).
“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA (mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 23 September 2019.
Penyidik juga memanggil empat saksi lain, yakni mantan EVP Operation PT Garuda Indonesia, Novianto Herupratomo; mantan EVP Finance PT Garuda Indonesia, Eddy Porwanto; mantan EVP Service PT Garuda Indonesia, Arya Respati Suryono; dan mantan EVP Finance PT Garuda Indonesia, Handrito Harjoni.
“Keterangan para saksi dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka ESA,” tegas Febri.
KPK menetapkan Emirsyah bersama mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedardjo, dan mantan Direktur Teknik dan Pengelola Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno, sebagai tersangka kasus ini. Ketiganya diduga menerima sejumlah uang dari Rolls-Royce atas pengadaan pesawat tahun anggaran 2008-2013.
Emirsyah dan Soetikno menerima suap dalam bentuk uang transfer dan aset yang nilainya mencapai lebih dari US$4 juta atau setara dengan Rp52 miliar dari perusahaan asal Inggris itu. Suap diberikan melalui Soetikno dalam kapasitasnya sebagai pengendali utama atau
beneficial owner Connaught International Pte Ltd.
Suap terjadi selama Emirsyah menjabat sebagai direktur utama
PT Garuda Indonesia pada 2005 hingga 2014. Dia juga disinyalir menerima suap terkait pembelian pesawat dari Airbus.
Dari hasil pengembangan, Emirsyah dan Soetikno kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang. Emirsyah diduga membeli rumah di Pondok Indah senilai Rp5,79 miliar.
Dia juga diduga mengirimkan uang ke rekening perusahaannya di Singapura sebanyak US$680 ribu (Rp9,57 miliar) dan EUR1,02 juta (Rp15,78 miliar). Fulus itu salah satunya untuk melunasi apartemennya di Singapura seharga SGD1,2 juta (Rp12,26 miliar). Uang itu diduga dari hasil suap pengadaan pesawat di perusahaan pelat merah tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)